Rabu, 26 April 2017

Kredit Macet Properti Berdampak Sistemik

Sejak tahun 2013 Properti China telah mengalami apa yang kita sebut Bubble Properti karena harga yang boombastiss...!$@&%#  


Mafia lahan rupanya sengaja berniat menghancurkan ekonomi nasionalnya. Pasalnya mereka mengerti kemampuan masyarakat untuk mencicil dan hutang sudah diambang batas, mereka terus berpekulasi menaikan harga properti dengan iming-iming ;

"ekonomi akan membaik, HANGSENG terus naik, harga properti terus naik, jika tidak membeli sekarang nanti harganya sangat mahal." 

 Itu kan kata mereka, jika ditelusuri  banyak dari calon konsumen yang termakan oleh agen properti. Di saat itulah mereka mengajukan Pembelian melalui kredit bank, bank pun menyetujui proses kredit, entah tim analisa tahu dan dengan sengaja atau menyalurkan kredit serampangan. Dengan DP rendah tenor diperpanjang padahal tim analisa bank tahu ada siklus resesi ekonomi bisa terjadi dalam satu interval, disinilah masalanya. kredit properti di ACC dengan jaminan aset properti itu sendiri yg harganya pun dari developer sangat boombastis, pada saat kredit macet aset mulai disita dilelang. Biasanya dengan Harga yg boombasti seperti itu untuk dilelang dibawah harga pasarpun tidak ada peminat, disini artinya uang cicilan yang telah masuk lenyap dan properti menjadi aset bank, inilah yg membuat modal kerja bank tergerus, menyebabkan krisis uang tunai perbankan dan efeknya.... berdampak sytemik, biasanya pemerintah akan membailout perbankan systemik tersebut aset bank hasil sitaan diambil alih oleh pemerintah. ini yg menyesatkan ! harga properti hasil spekulasi developer dengan perbankan dengan menaikan harga, menjaga nilai aset terpaksa diambil alih  atau dengan kata lain dibeli oleh pemerintah yang membailout bank berdampak systemik tersebut.


seharusnya pemerintah membiarkan perbankan di rush, harga properti hancur, dan para kreditur nakal masuk penjara, karena triliunan uang digelontorkan hanya untuk menyelamatkan para spekulan properti, bukan untuk menstimulus perekonomian rakyat.


Beberapa tahun terakhir, karena pancingan bunga rendah, konsumen terbesar di dunia (Amerika) ramai-ramai mengajukan kredit untuk membeli apa saja, terutama properti.


Karena properti adalah induk dari semua produk konsumsi lainnya, maka permintaan terhadap produk-produk lain seperti alat elektronik, furniture, bahan bangunan, bahan plastik rumah tangga, semuanya pun naik pesat.


Sekarang limit hutang rakyat Amerika sudah di ambang batas, ditambah kenaikan biaya hidup karena kenaikan harga minyak, listrik, air, dan bahan pangan, mereka pun ramai-ramai menghentikan pembayaran cicilan ke bank.


Bank kehilangan modal kerja karena pinjaman mereka tidak bisa ditagih, dan jaminan properti yang mereka pegang saat memberikan KPR pun nilainya terus merosot, karena sekarang penjual jauh lebih banyak dari pembeli.


Semakin bank merugi, semakin sedikit yang bisa mereka pinjamkan kembali ke masyarakat, karena uangnya sudah tidak ada. Semakin sedikit rakyat Amerika meminjam, semakin sedikit orderan ke pabrik-pabrik manufaktur suplier mereka.


Beberapa tahun terakhir, pabrik-pabrik di seluruh dunia ramai-ramai mengajukan kredit ke bank karena lonjakan permintaan hutang rakyat Amerika membuat mereka kebanjiran order. Kenaikan bahan baku tidak menjadi masalah, yang penting customer mereka terus membeli, dan bank terus memberikan kredit kerja.


Sekarang, rakyat Amerika tidak lagi sanggup membeli, tetapi hutang-hutang yang dimiliki para pemilik pabrik tetap harus dibayarkan. Tentu saja, tidak semua pabrik mengekspansi usaha mereka hanya dari hutang, ada juga yang mayoritas modal kerjanya datang dari pemegang sahamnya sendiri.


Di hari-hari baik, semakin besar porsi hutang, semakin cepat maju perusahaan mereka, karena hutang yang digunakan dengan benar memang bisa menjadi ungkitan (leverage) laba. Tetapi, di hari-hari buruk, hutang bisa berbalik membunuh mereka. Bunga yang harus mereka bayarkan tidak akan berkurang karena sekarang omset menurun. Kecuali mereka sanggup mengurangi ataupun membayar lunas hutang bank mereka, para pemilik pabrik HARUS menaikkan margin laba produk mereka di pasaran. Tetapi, harga jual tidak tergantung mereka sendiri, harga jual tergantung juga kepada kompetitor mereka. Pabrik yang porsi hutangnya kecil tidak perlu menaikkan margin setinggi pabrik yang porsi hutangnya besar. Dalam beberapa bulan ke depan, sudah bisa kelihatan siapa yang bisa survive dan siapa yang tidak. Pabrik yang memaksakan kenaikan harga jual lebih tinggi dari kompetitornya akan kehilangan market share mereka. Mereka ada di daftar teratas perusahaan-perusahaan yang akan bangkrut di siklus resesi ini.


Sejumlah besar karyawan termasuk top management pabrik-pabrik ini, yang beberapa tahun sebelumnya gemar membeli barang dengan kredit karena optimisme mereka akan masa depan pabrik mereka, akan gagal bayar atas pinjaman mereka ke bank. Akibatnya, bank-bank lokal di negara-negara tersebut juga akan kehilangan modal dan mengurangi kredit ke rakyat negara bersangkutan, dan siklus resesi lokal akan dimulai di negara-negara tersebut.


Mari ambil sebuah contoh:

Saat ini, kemungkinan besar karyawan pabrik yang mengekspor barangnya ke Amerika tidak akan mendapatkan persetujuan kredit apapun dari bank (terutama KPR). Bila mereka kebetulan membeli rumah awal tahun ini, dan sudah membayar uang muka, dan kemudian gagal dalam wawancara KPR bank, maka penjualan menjadi batal.


Developer tidak mendapatkan sisa pembayaran dari bank, dan kemudian juga tidak akan mengembalikan uang muka yang sudah dibayar kepada para pembeli. Siapa yang akan bertanggungjawab? Sudah menjadi praktek lazim bahwa saat menjual developer akan mengatakan kepada calon pembeli bahwa KPR adalah tanggung jawab pembeli, pihak pengembang hanya membantu secara administrasi. Para calon pembeli yang sebentar lagi mungkin akan kehilangan pekerjaan, mendapat pukulan tambahan karena uang muka mereka pun tidak bisa kembali.


Developer yang gagal menjual pun mungkin akan gagal bayar kepada suplier bahan bangunan mereka. Ditambah efek berantai penjualan properti seperti penjualan elektronik, furniture, dan bahan kebutuhan rumah tangga lainnya, semuanya macet karena gagalnya pembelian rumah oleh para pegawai pabrik tersebut. Ekonomi lokal pun melesu dengan cepat. Mendadak segala sesuatu sulit dijual.


Rumah, mobil, perhiasan mulai diobral. Barang-barang mahal yang dibeli beberapa tahun terakhir mulai dijual untuk membayar hutang ataupun sekedar untuk bertahan hidup. Permintaan kredit akan menurun drastis, optimisme akan masa depan pun akan berkurang. Ini benar-benar lingkaran setan, begitu dimulai akan terus berputar dengan hasil akhir yang terus memburuk.


.... Siapa yang harus disalahkan? Ingat, semuanya karena bunga pinjaman...


"Pengadaan uang adalah urusan negara, bukan urusan bankir swasta. Menyerahkan hak pengadaan uang ke tangan swasta adalah kutukan terburuk manusia, dan kutukan ini takkan berakhir sebelum hak pengadaan uang dikembalikan kepada pemerintah."

Kehancuran Terbesar Ekonomi Di Depan Mata

Anda sudah tahu mengenai  fractional reserve system?...

Bank tidak benar-benar menggunakan semua uangnya ketika mereka menciptakan aset di kolom neraca mereka. Hanya sebagian uang mereka yang diperlukan ketika mereka meminjamkan uang ke si peminjam.

Kalau Anda mendengar reserve requirement adalah sebesar 10%, maka untuk setiap $100 pinjaman yang mereka berikan, mereka hanya mengeluarkan $10 saja.

Model ini bisa disebut dengan nominal based fractional reserved system.

Paska penerapan new capital accord (Basel Accord 2) tahun 2007, kita melihat dunia perbankan dan finansial bergejolak tak henti-hentinya. Dan semua orang dengan akal waras dan insider sudah keluar sama sekali dari pasar finansial.

Apa sebenarnya yang diterapkan di capital accord baru ini? Sederhananya, perbankan tidak lagi menganut nominal based reserved, mulai tahun lalu perbankan harus menerapkan risk based fractional reserved system.

Sekarang, aset perbankan dibagi menjadi 3 level:
Level 1 antara lain surat hutang pemerintahan negara maju, seperti USA, Inggris, Euro, & Emas.
Level 2 antara lain surat hutang / obligasi korporat kualitas tinggi (rating AAA)
Level 3 antara lain surat hutang dengan rating lebih rendah (B atau C), sekuritisasi aset (KPR, otomotif, dll), kontrak Swap dll.

Modal yang diperlukan untuk membiayai ketiga level aset ini berbeda-beda:
Level 1 sebagai aset yang paling aman nyaris tidak perlu modal, misalnya hanya perlu mencadangkan $0.5 untuk setiap $100 aset yang bank miliki.
Level 2 sedikit lebih banyak, misalnya cadangan modal sampai $5 untuk setiap $100 aset yang bank miliki.
Level 3 adalah produk berisiko tinggi, cadangan modal yang diperlukan berbeda-beda tergantung produknya, bisa $10, $15, $20, $30, $50, bahkan sampai setinggi $100 untuk setiap $100 aset.

Seperti yang sudah Anda ketahui, sekuritisasi produk CDO (collaterized Debt Obligation) subprime sebelumnya adalah produk AAA. Tetapi dengan banyaknya KPR gagal bayar, banyak produk CDO yang akhirnya menjadi kertas sampah. Status produk-produk inipun terus menurun dan modal yang harus dicadangkan perbankan pun terus meningkat. Bank-bank di negara maju, yang sebelumnya hanya mencadangkan beberapa dolar untuk produk ini, terpaksa meningkatkan modal mereka untuk produk-produk sampah ini. Tetapi..... bank tidak ada uang, dan mereka pun terkena margin call.

Bilions-billions dan trillions dolar injeksi bank sentral di seluruh negara maju yang Anda baca di koran dari tahun lalu sampai sekarang adalah untuk membantu bank memenuhi ratio kecukupan modal mereka supaya mereka bisa memenuhi ketentuan capital accord yang baru. Kalau mereka tidak bisa memenuhi ketentuan baru ini, mereka harus dinyatakan pailit... bankrut...

Sekarang Anda tahu mengapa pemerintah negara maju mati-matian menutup mata mereka terhadap perusahaan rating yang terus-menerus memberikan rating palsu, penilaian yang lebih bagus daripada yang seharusnya didapatkan oleh klien mereka. Rating AAA seolah-olah adalah gratis, semua korporat adalah AAA, seburuk-buruknya kinerja klien mereka, rating mereka masih AAB atau AA-. Mengapa? Karena bila rating diturunkan, modal yang perlu dicadangkan oleh perbankan untuk produk ini pun bertambah, dan bank sudah tidak punya uang untuk itu.

Namun satu hal yang tidak kelihatan di banking book perbankan (neraca) adalah detail produk derivatif mereka. Produk ini biasanya dicatatkan di pembukuan yang lain, namanya trading book. Tetapi ada satu hal yang sangat luar biasa mengenai peraturan pencadangan modal mengenai produk derivatif, yaitu negatively correlating asset.

Bila bank menulis sebuah kontrak kepada beberapa pihak, dan pihak-pihak tersebut secara teori (menurut model komputer, marked to model) bisa saling meniadakan resiko, maka bank hanya perlu mencadangkan modal atas selisih resiko mereka.

Kita buat perumpamaan saja, andaikan bank memberikan pinjaman ke toko eskrim sebesar $10, dan memberikan pinjaman lain ke toko payung sebesar $11. Bukannya mencadangkan modal sebesar $21, bank hanya mencadangkan $1 atas 2 transaksi ini. Perusaaan eskrim dan payung adalah negatively correlating asset. Yang satu akan sukses di musim kemarau, dan kalau yang terjadi musim hujan, maka payunglah yang sukses. Hehe... luar biasa bukan. Mengapa bank suka melakukan hal ini? Karena semakin sedikit modal yang perlu dicadangkan, semakin besar leverage mereka. Ingat, leverage adalah kunci kekuatan dari fractional reserved system.

Atau kita ambil perumpamaan lain, bank menulis foreign exchange swap dalam US dolar dan Euro. Di kaki USD, mereka mencari mitra dagang lain untuk trasaksi USD-Yen, dan di kaki Euro, mereka mencari lagi mitra dagang lan untuk transaksi Euro-Swiss Franc. Lalu mereka menutup transaksi ini dengan mencari orang yang bertransaksi Yen-Swiss Franc. Selama tidak ada counterparty yang gagal bayar, skema ini tidak bermasalah, dan bank bahkan tidak perlu menyediakan modal untuk memfasilitasi produk derivatif ini, dan yang pasti angka-angka perdagangan derivatif ini tidak muncul di banking book (neraca) yang mereka berikan kepada publik setiap 3 bulanan itu.

Jadi ibaratkan trading book perbankan sebagai sebuah meja, meja itu harus balanced supaya modal perbankan tidak terpakai untuk produk-produk tersebut.

Krisis CDO subprime telah memicu ketidakseimbangan meja trading book perbankan negara maju. Model marked to model mereka tidak pernah teruji di dunia nyata, kalau ada counterparty yang ingkar janji, bankrut, atau gagal bayar, keseluruhan sistem ini akan runtuh.

Setiap kali adalah aset di trading book yang membusuk, produk tersebut harus segera diganti dengan meterial baru supaya meja tersebut tidak runtuh. Material apa yang dipakai untuk "menyeimbangkan meja" sejak tahun lalu? Jawabannya adalah cash....

Sebelumnya ada Contract Default Swap (CDS) untuk melindungi para partisipan derivatif atas resiko gagal bayar counterparty mereka, dan dengan demikian mereka bisa terus menyembunyikan transaksi itu ditrading book mereka. Tetapi sekarang CDS pun diragukan gunanya, buktinya AIG sudah jatuh. Alasan AIG dan perusahaan asuransi raksasa lainnya diselamatkan karena bila CDS yang ditulis mereka dinyatakan menjadi sampah, maka kontrak-kontrak derivatif akan dimasukkan di banking book (neraca) perbankan. Dan bila dimasukkan ke neraca, maka perlu modal trilyunan dolar lagi untuk menopang aset-aset sampah itu, dan bank-bank di negara maju sudah terlalu bangkrut untuk bisa menemukan trilyunan dolar baru itu.

Solusi krisis yang diambil berbagai bank sentral sampai saat ini, di satu sisi bank sentral terus menginjeksi uang ke perbankan (bank menukar aset sampah di neraca mereka dengan surat hutang negara), dan di sisi lain perbankan terus menahan kredit untuk diberikan kepada publik. Bukan karena mereka sengaja ingin publik mati, tetapi karena mereka memang tidak punya cukup uang untuk memenuhi rasio kecukupan modal mereka lagi. Secara teknis, bank-bank besar di negara barat sebenarnya sudah insolvent, aset mereka lebih kecil dari hutang, alias modalnya negatif!

* Ingat bagan neraca?

dan X harus = Y (A + B)

(Sekarang di bank-bank utama Amerika dan Eropa, X sebenarnya lebih kecil dari A. Berkat suntikan dana tak habis-habis dari bank sentral, maka seolah-olah modal mereka masih positif. Tetapi, dengan ekonomi riil dan lapangan kerja yang terus memburuk, semakin banyak customer mereka yang gagal bayar, dan semakin kecil lagi X, dan semakin negatif lagi B. Kalau bank sentral menghentikan suntikan dana, bank-bank itu akan langsung tutup!)

Produk derivatif perbankan sudah melewati $1000 trilyun! Semua bank sentral dan bankir pun panik. Sampai sejauh mana bank sentral bersedia mencetak uang untuk diberikan kepada perbankan (resiko hyperinflasi) untuk mempertahankan rasio kecukupan modal mereka? Sampai seberapa dalam bank komersial harus menahan kredit kepada publik dan tidak menciptakan resiko hyperdeflasi? Di satu sisi bankir sekarang kebanjiran trilyunan dolar baru, tetapi di sisi lain masyarakat umum dan pengusaha tidak memiliki akses kredit kepada perbankan komersial, hutang-hutang pun nyaris tidak ada yang bisa dirollover... Bahkan pasar obligasi internasional bisa dibilang beku total sepanjang tahun 2008 ini, dan 2018 akan lebih ketat lagi...

***

Bayangkan seorang pengusaha, sebut saja dengan nama Indra. Dia punya hutang 5 milyar rupiah. Perusahaannya memiliki 100 karyawan. Hutangnya kepada bank biasanya akan dia rolling over setiap bulan Maret. Indra dalam hatinya berencana untuk terus membayar cicilan bunga bulanan saja, dia tidak berencana sama sekali untuk melunasi hutang pokoknya. Yang dia tahu, selama dia sanggup membayar bunga pinjaman, bank tidak akan menarik kredit pokok darinya.

Tetapi betapa terkejutnya dia, pada bulan Januari dia ditelepon oleh sang bankir, katanya bulan Maret ini bank akan menarik piutang mereka. Indra pun stress, dia mencoba mencari pinjaman ke bank lain, tetapi tak ada yang mau meminjaminya. Akhirnya, Indra pun menjual aset-aset perusahaannya. Tokonya yang dulu seluas 5000 m², sekarang tinggal 500 m². Karyawannya pun tinggal 20 orang.

Ada jutaan Indra-Indra yang lain di seluruh dunia. Tidak semua seberuntung dia, setidak-tidaknya Indra yang ini masih sanggup menyelamatkan perusahaannya dari kebangkrutan. Tetapi yang lain bagaimana? Kalau kredit mereka ditarik oleh bank, berapa banyak dari Indra-Indra yang lain yang akan menutup usahanya, berapa juta manusia akan yang kehilangan pekerjaan karena PHK?

* Satu hal yang tidak disadari oleh kebanyakan orang adalah betapa para "orang kaya" dan "konglomerat" sebenarnya tidak terlalu kaya. Mereka memiliki penampilan ekstra mewah memang karena mereka memiliki banyak uang, tetapi uang mereka adalah kredit (hutang). Kalau kredit-kredit itu dikembalikan, Anda akan kaget betapa orang-orang itu sebenarnya biasa-biasa saja. Korporat-korporat juga demikian, nyaris semua perusahaan high profile hidup dari hutang. Kalau mereka gagal merestrukturisasi (rollover) hutang dan obligasi jatuh tempo mereka, perusahaan-perusahaan ternama itu akan bankrut saat itu juga.

Sistem perbankan yang sekarang ibarat meja yang sudah runtuh. Komponen di kaki-kaki meja mereka setiap bulan ada yang membusuk dan harus diamputasi... Bukannya membuat meja dari bahan padat, bankir-bankir modern malah membuat meja mereka dari bahan kertas lunak beracun (derivatif)...

Gagal bayarnya KPR subprime (KPR untuk orang-orang berpendapatan rendah ataupun pendapatan tidak tetap / KPR yang beresiko tinggi untuk default) hanyalah pembuka, masih ada KPRprime yang juga sedang gagal bayar, kredit pembelian real estate komersial, kartu kredit, kredit kendaraan bermotor, kredit korporat,effect swap, foreign exchange swap, dan sebagainya. Sejumlah besar sekuritisasi produk-produk tersebut masih disembunyikan di trading book perbankan barat. Kalau semuanya nantinya akan dicatatkan dibanking book (neraca), it's game over, mereka tidak akan mungkin menemukan modal untuk itu. $1000's trillion is just too much....!

Dalam Protokol Zion, disebutkan bahwa bankir zionis akan menghancurkan ekonomi riil, lalu menghancurkan sistem finansial (perbankan), dan kemudian tampil sebagai Raja (penyelamat manusia) dengan menyediakan semua infrastruktur dan bahan baku bagi manusia untuk survive. Mereka secara de facto memang telah menguasai semua asset riil di dunia. Berbagai perusahaan komoditi dan usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak memang telah diprivatisasi oleh semua negara dan diborong oleh perusahaan-perusahaan yang dibacking oleh bankir zionis ini (Rothschild, Rockefeller, Oppenheimer, Warburg, dll).

Kemarin saya membaca di koran, pemerintah berencana untuk bernegosiasi dengan IMF untuk mendapatkan pinjaman siaga untuk mengantisipasi krisis moneter 2009. Bankir-bankir di IMF bukanlah penyelamat, mereka adalah sekumpulan vampire penghisap darah! Pertemuan-pertemuan semacam itu benar-benar hanya membuang waktu, sekumpulan orang super munafik bertatap muka dan membicarakan tentang rencana perbaikan kesejahteraan rakyat dunia.

Kalau para bankir zionis benar-benar berniat menyelamatkan Indonesia dan negara miskin lainnya, apa yang perlu mereka lakukan sebenarnya sederhana saja.
1. Hapus bukukan hutang pemerintah Indonesia.
2. Kembalikan aset-aset penghasil income yang mereka rampok paska privatisasi kepada negara kita.
Tentu saja, mereka tidak akan melakukan itu!

Dan kalau politisi dan ekonom di semua negara benar-benar mau memperbaiki standar hidup rakyatnya, benar-benar mau memenuhi janjinya saat kampanye, ini yang harus mereka lakukan duluan:
1. Hapuskan sistem moneter kredit (hutang) sebagai uang danfractional reserved system.
2. Hentikan spekulasi nilai tukar mata uang di pasar forex internasional.
Tentu saja, ini juga tidak akan dilakukan!

Kita diajarkan di sekolah bahwa imperialisme Inggris sudah lama berakhir, tetapi sejarah ditulis oleh pemenang... dan kita masih adalah pecundang... Inggris dan Belanda meninggalkan negara-negara jajahannya setelah mendirikan bank sentral di masing-masing negara. Bank sentral tersebut kemudian akan mengembangkan mata uang lokal (kredit/hutang) untuk dipakai oleh rakyat negara tersebut (suplai uang tumbuh lewat kredit oleh bank komersial swasta yang meminjam duluan kepada bank sentral). Tetapi tahukah Anda, nilai dari mata uang negara-negara tersebut masih dalam kendali kelompok yang sama yang duduk manis di sepetak tanah di City of London? Kelompok yang sama yang mengeksploitasi rakyat yang mereka jajah sejak beberapa abad yang lalu.

Jadi... Maaf, tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Bersiap-siaplah menyambut kehancuran terbesar ekonomi di abad 21 ini!!

The next question... Kapan sistem perbankan barat akan collapse?
Saya bukan insider... Saya tidak bisa menjawabnya. Tetapi saya bisa berspekulasi.

Pertama, ekonomi riil harus collapse duluan. Harus ada puluhan juta orang kehilangan pekerjaan mereka, dan puluhan bahkan ratusan juta lainnya hidup dalam kepanikan.

Kedua, suplai bahan pangan harus defisit. Sekarang kebanyakan negara masih memiliki simpanan beras atau gandum (di negara barat) selama beberapa bulan. Tetapi jatuhnya harga komoditi saat ini bisa memicu kebangkrutan pertanian / perkebunan. Bila sebagian dari mereka tidak menanam kembali pada bulan-bulan mendatang, maka hasil panen akan menurun. Dan bila berbagai negara telah habis mengkonsumsi cadangan bahan pangan mereka, situasi akan menjadi tak terkontrol, inilah saat yang paling cocok untuk para zionis mengambil alih dunia. Inilah saat yang mereka tunggu-tunggu, seluruh dunia akan tergantung pada mereka, sang Mesiah penyelamat umat manusia.

Sekadar spekulasi, semester kedua 2017 - semester pertama 2019 akan ada perubahan besar-besaran akan standar hidup kebanyakan manusia di planet ini... Perubahan yang tidak akan kita senangi tentunya...!!

Bencana dan Kehancuran Ekonomi adalah Berkah

Dari berbagai kerumitan dan pertengkaran ekonomi terjadi karena 2 hal:

1. Kita hanya melihat efek jangka pendek dari sebuah keputusan.
2.Kita hanya melihat akibat sebuah keputusan terhadap sekelompok kecil orang, bukan terhadap seluruh komunitas.

Hari ini, kita bicara sebentar tentang efek perang, bencana alam, dan berbagai tindakan penghancuran / vandalisme lainya terhadap kekayaan sebuah komunitas.

Pernahkah Anda mendengar orang mengatakan bahwa berkat perang dunia II, Amerika dan dunia secara umumnya berhasil keluar dari masa depresi? Karena berbagai akibat penghancuran, perekonomian kembali bergerak, dan lapangan kerja bertambah…

Sebelum menuju perang, kita mulai dulu saja dengan perumpamaan yang lebih sederhana. Kisah sebuah jendela yang pecah…

X adalah seorang tukang roti. Karena tindakan vandalisme dari seorang preman, sebuah kaca jendelanya pecah. Dan X kemudian terpaksa membeli sebuah jendela baru lagi dari tukang kaca setempat.

Di mata kebanyakan orang, tindakan preman ini memang jahat, tetapi di lain sisi juga sebuah “berkat.”

Mengapa? Karena berkat pecahnya jendela ini, maka tercipta sebuah pekerjaan baru, yaitu A harus membeli dari tukang kaca sebuah jendela. Aktifitas ini akan menggerakkan perekonomian dan menciptakan pekerjaan di komunitas ini.

Sekarang mari kita lihat apa yang sebenarnya terjadi...

Sebelum tindakan preman ini,X memiliki sebuah jendela, dan misalkan lagi uang tunai sebesar 1 juta. Sedangkan si tukang kaca, memiliki harta sebanyak misalnya 1 keping jendela.

Total harta mereka = 2 buah jendela + 1 juta uang tunai.

Setelah tindakan preman ini, X tidak memiliki jendela. Lalu X membeli jendela dari tukang kaca seharga 1 juta.

Sekarang X memiliki sebuah jendela, dan tidak punya lagi uang tunai. Dan si tukang kaca memiliki 1 juta dan berpisah dengan 1 buah kacanya..

Total harta mereka = 1 buah jendela + 1 juta rupiah.

Net resultan dari kejadian ini adalah hilangnya harta komunitas sebanyak 1 jendela.

Efek jangka pendek dari tindakan preman ini adalah menciptakan sebuah pekerjaan untuk tukang kaca yang berhasil menjual 1 jendelanya. Tetapi efek yang sedikit lebih jauh adalah X kehilangan 1 jutanya dan juga tidak sanggup lagi membelanjakan 1 juta ini untuk barang lainnya..

Bila X tidak kehilangan uang 1 juta ini, dia bisa membelanjakan uang ini untuk membeli kebutuhan ataupun keinginan dia yang lain, yang akibatnya juga akan menghasilkan pekerjaan.

Mungkin pantas untuk diulangi apa yang kita bicarakan di artikel sebelumnya. Wajarnya, orang-orang yang memiliki uang akan melakukan setidaknya salah satu dari hal di bawah ini:
-Mengekspansi usahanya sendiri (bisa menciptakan lapangan kerja)
-Menanamkan uangnya di bisnis orang lain yang menurutnya bagus (bisa menciptakan lapangan kerja)
-Menghamburkan uangnya untuk membeli barang-barang konsumtif ataupun barang mewah (bisa menciptakan lapangan kerja)
-Menabung di bank (bank yang mendapatkan dana ini kemudian juga bisa menjadikan uang ini sebagai modal untuk menciptakan lebih banyak lagi kredit kepada publik, yang juga bisa menciptakan lapangan kerja)

Yang penting untuk kita perhatikan dari sebuah kejadian destruksi adalah net resultan dari aktifitas tersebut bagi kekayaan komunitas secara keseluruhan. Jangan melihat efek jangka pendek dari sebuah peristiwa, dan jangan fokus pada kepentingan 1 kelompok, melainkan lihat kepentingan sebuah komunitas secara keseluruhan.

Pekerjaan yang didapat oleh tukang kaca di atas datang lewat pengorbanan masyarakat yang lain, misalnya penjual baju, penjual tepung, penjual sepeda, usaha restoran, atau toko lainnya yang sebenarnya berpotensi menjadi tempat X membelanjakan 1 jutanya.

Pada contoh di atas, masih beruntung si X memiliki 1 juta uang tunai. Kalau tidak punya bagaimana?

1. Dia bisa meminjam ke teman / saudaranya sebesar 1 juta. Dan dengan demikian, ada 1 juta uang teman / saudaranya yang tidak bisa mereka belanjakan karena uang tersebut berpindah tangan ke X.
2. Dia bisa berhutang, baik kepada tukang jendela maupun kepada bank. Efeknya sama saja, X berada di posisi -1 juta (minus). Ini uang yang harus dia bayarkan di kemudian hari juga. Kalau kepada bank, harus ditambah bunga!

Sekarang kita menuju kisah perang…

Benar, perang dunia membantu sejumlah industri yang menciptakan banyak pekerjaan. Tetapi siapa yang bilang kalau tanpa perang dunia uang publik itu akan menganggur? Pekerjaan yang didapat rakyat Amerika datang lewat penghancuran besar-besaran negara-negara lokasi perang dan penderitaan masif bagi korban perangnya.

Pemenang dari perang adalah sekelompok industri yang mendapatkan pekerjaan saat itu, dan juga para bankir yang bisa menciptakan kredit dalam jumlah sangat besar baik kepada pemerintah negara pelaku perang maupun kepada rakyat di lokasi perang paska perang berakhir.

(Contoh yang lebih up to date, pemerintah Amerika menerbitkan ratusan milyar dolar surat hutang untuk membiayai war on terror dan juga perang di Irak dan Afganistan. Ongkos jangka panjang dan tak langsung bahkan ditaksir sebesar beberapa trilyun dolar. Anda tahu apa status uang-uang itu? Itu adalah hutang pemerintah, uang yang dihimpun pemerintah dari tangan individu-individu maupun negara-negara yang memiliki simpanan dolar Amerika, dan tagihannya akan dibayar kembali oleh pembayar pajak / publik Amerika. Rakyat Amerika dirampok secara tidak mereka sadari oleh pemerintahannya. Dan siapa yang mengendalikan pemerintah Amerika? Jawabannya adalah jaringan kriminal Wall Street dan kartel bankir internasional: Rothschild, Rockefeller, Warburg, cs).

Salah satu “pembangunan” pertama setelah Irak diduduki Amerika beberapa tahun lalu adalah pendirian sebuah bank sentral di negara itu. Banyak kredit (hutang) yang bisa diciptakan di Irak paska perang. Bukan hanya kontraktor pemenang proyek rehabilitasi yang bisa kaya di sana sekarang, bank-bank komersial juga sama.

Saya ulangi sekali lagi, pekerjaan dan “kemakmuran” yang didapat dari perang datang lewat penderitaan masif orang lain dan hilangnya kekayaan yang mereka akumulasikan sebelumnya. Seandainya kekayaan mereka tidak dihanguskan dalam perang, modal yang mereka miliki juga bisa menciptakan pekerjaan dan kemakmuran bagi komunitas secara umum.

Di dunia ini, tidak ada satu kejadian apapun yang bisa menandingi perang dalam hal kemampuannya untuk menghanguskan kekayaan dan menciptakan hutang (kecuali bencana alam skala raksasa).

Saya tidak berharap akan ada propaganda untuk membujuk publik agar setuju dengan perang dan berbagai tindakan destruksi lainnya di hari-hari ke depan. Tetapi bila hari itu ternyata tiba, saya berharap Anda masih mengingat tulisan yang Anda baca hari ini…

Perang bukan solusi, destruksi juga bukan berkat.

Net resultan dari semua tindakan & kejadian destruksi adalah hangusnya kekayaan publik, bukan kebalikannya.

Selasa, 25 April 2017

Sistem keuangan kita

Ketika penjarahan menjadi gaya hidup bagi sebuah kelompok yang hidup di tengah-tengah sebuah masyarakat, dengan berlangsungnya waktu, mereka akan menciptakan bagi mereka sendiri sebuah sistem legal untuk mengesahkan tindakan tersebut dan sebuah kode moral untuk mengagungkannya.”
- Frederic Bastiat -

Kita sambung lagi ceritanya… Hari ini kita cerita tentang debt-based-money-system (sistem hutang sebagai uang). Ini sistem yang sama yang digunakan di negara manapun di dunia, termasuk Indonesia.

Uang (money), seperti yang kita ketahui, adalah simbol dari kekayaan (wealth). Dengan uang, kita bisa membeli berbagai barang yang tersedia di dunia. Bagi kebanyakan orang, uang itu sendiri adalah kekayaan. Money = Wealth.

Namun kenyataannya sedikit berbeda kawan. Kekayaan, baik berupa barang yang diproduksi, maupun modal tak tampak seperti pengetahuan dan keahlian manusia tidak sama persis dengan uang. Kekayaan bisa saja berada di sebuah komunitas untuk waktu yang sangat lama, sedangkan uang belum tentu.

Setiap unit uang memiliki umur tertentu. Yang saya maksud dengan umur bukan ketahanan fisik dari uang itu, tidak peduli uang itu berupa selembar kertas, sebatang kayu, sekeping koin logam, atau hanya angka elektronik di komputer. Yang saya maksud dengan umur adalah batasan waktu bagi uang tersebut untuk beredar di sebuah komunitas.

Kebanyakan orang tidak diberitahu bahwa uang tercipta saat bank menciptakan kredit. Masyarakat percaya bahwa negara mencetak uang, tetapi tidak membayangkan bagaimana proses uang itu muncul di tangan publik, yang mereka bayangkan adalah masyarakat akan berusaha dan bersaing dengan adil untuk mendapatkan uang tersebut.

Tapi kenyataannya, di zaman ini kreditlah uang, tidak masalah bentuknya logam, kertas, atau angka digital elektronik. Dan yang namanya kredit ada masa pembayarannya, tergantung kesepakatan saat pengajuan kredit antara Anda dengan bank pemberi kredit.

Umpamakan begini…
Indra meminjam 100 rupiah dengang bunga 20% / tahun, cara pembayaran yang Indra sepakati dengan bank adalah dengan membayar 10 rupiah selama 12 bulan, total Rp 120.

Memasuki bulan ke-10, Indra sudah kehilangan 100 rupiah yang dia pinjam sebelumnya, cicilan untuk dua bulan mendatang hanya mungkin datang lewat 2 cara:
1. Mengajukan pinjaman baru, menutup hutang lama dengan hutang baru.
2. Menjual sesuatu kepada orang lain yang memiliki rupiah, dan menggunakan uang itu untuk membayar cicilan

Misalnya Indra menggunakan cara pertama, memperpanjang skema pinjaman ini dengan cara yang sama. Maka memasuki bulan ke-20, dia lagi-lagi akan kehilangan semua uangnya, dan cicilan untuk bulan ke-21 sampai bulan ke-24 lagi-lagi hanya bisa dilakukan lewat 2 cara di atas.



Kalau Indra memilih cara kedua, bahwa cicilannya akan dibayar oleh orang lain yang membayar rupiah kepadanya atas barang / jasa yang dia jual, ketahuilah bahwa rupiah yang ada di tangan orang tersebut sebenarnya juga muncul lewat 2 cara di atas sebelumnya.

Bunga pinjaman, akan mempercepat masa hilangnya uang di sebuah komunitas, mempercepat waktu di mana kredit baru harus diajukan oleh komunitas tersebut, dan juga mentransfer kekayaandari tangan orang yang mengajukan kredit kepada orang yang menciptakan kredit. Dan bila suatu ketika bunga pinjaman terlambat dibayar oleh si peminjam, dan keterlambatan cicilan tersebut juga ikut dibungakan (bunga-berbunga / compounding interest), maka waktu yang dimiliki komunitas tersebut untuk mengajukan kredit baru akan terus bertambah sempit, dan skala kredit yang harus diajukan oleh komunitas tersebut juga akan terus membesar secara eksponensial. Dalam jangka waktu yang panjang, setelah berpuluh-puluh tahun atau seratusan tahun, skala kredit (hutang) yang harus diajukan oleh komunitas tersebut (generasi anak-cucu-cicit mereka) bisa membentuk kurva parabolik raksasa.

Bila tanpa bunga, waktu yang diperlukan sebelum komunitas tersebut harus mengajukan kredit baru akan menjadi lebih lama. Dan bila dibandingkan dengan apa yang akan terjadi dengan sistem bunga-berbunga, waktu yang diperlukan di mana komunitas tersebut harus mengajukan kredit (hutang) baru akan bertambah sangat-sangat drastis, tetapi tetap saja uang itu ada masa berlakunya, tetap saja itu status uang itu adalah hutang dari publik yang harus dilunasi kepada sang pencipta kredit.

Kalau memang harus memilih salah satu di antara keduanya, wajarnya kita akan memilih sistem penciptaan kredit tanpa bunga daripada sebaliknya. Benar-benar orang yang aneh kalau dia berpikir bahwa mengenakan bunga dalam proses penciptaan uang yang diperlukan publik adalah demi kebaikan / kepentingan komunitas tersebut.

Kita-kita semua, termasuk berlevel-level generasi di atas kita, pada dasarnya hanya sekelompok manusia yang silih-berganti mengajukan kredit kepada sang pencipta kredit agar kita bisa memiliki uang sebagai medium transaksi. Demikian juga dengan generasi-generasi yang berikut, hanya akan silih-berganti memikul tanggung-jawab yang semakin lama semakin berat untuk berhutang dan membayar bunga hutang tersebut, dengan tujuan untuk mempertahankan suplai uang di komunitas masing-masing.

Kalau Anda pikir baik-baik, mengenakan bunga dalam debt based money system benar-benar adalah rancangan seorang genius. Kenyataan bahwa ada sekelompok orang yang sudah mulai mempraktekkannya / berusaha mempraktekkannya di komunitas mereka sejak ribuan tahun yang lalu, benar-benar membuktikan bahwa manusia adalah makluk yang sangat cerdas, bahkan sejak dahulu kala.

Tetapi, tentu saja, kenyataan bahwa ada zaman-zaman tertentu di mana manusia bisa membiarkan diri mereka diperbudak oleh sistem ini (termasuk zaman ini) juga membuktikan bahwa manusia juga adalah sebuah makluk yang mudah melupakan masa lalu. Pikiran kita terus-menerus dialihkan ke berbagai hal lainnya oleh sebuah sistem / kekuatan secara tidak kita sadari, tidak ada lagi waktu dan konsentrasi untuk memikirkan darimana uang berasal, dan apa status uang yang kita gunakan. Semua orang sibuk memikirkan urusan pribadinya, urusan keluarganya, urusan kantornya, urusan selebriti pujaannya, urusan politisi favoritnya, dan bla bla bla lainnya (Divide & Conguer).

Kalau memang ada sebuah topik yang sedemikian penting yang harus didiskusikan secara nasional di seluruh sekolah, universitas, televisi, radio, bahkan sampai ke sudut warung kopi sekalipun di negara ini, bahkan secara internasional di seluruh dunia, saya rasa topik itu adalah bagaimana seharusnya uang diciptakan kepada publik, kepada kita-kita semua.

Gerakan untuk memulainya sudah dilakukan sejak lama, terutama di luar negeri. Anda bisa melihatnya di internet, ada ribuan, bahkan puluhan ribu website dari orang-orang yang ingin memprotes, lihat juga di youtube, video-video dari orang yang sedang membagi informasi kepada seluruh orang di dunia mengenai sistem gila yang kita gunakan sekarang.

Sedih sekali rasanya ketika membuka televisi, menyaksikan debat dan kampanye calon “pemimpin rakyat,” dan yang kita dengar terus-menerus dari mulut mereka adalah solusi atas berbagai AKIBAT dari masalah, bukan PENYEBAB dari masalah. Saya percaya kebanyakan dari mereka memang berniat untuk memperbaiki keadaan negara, tetapi di sisi lain saya juga merasa mereka sedang mencari solusi di tempat yang salah, bagaimana mereka mau menawarkan solusi kalau mereka bahkan tidak memahami penyebabnya?

Debt Based Money System,
Bunga Kreasi Uang,
Fractional Reserved Banking.

Inilah rangkaian awal penyebab berbagai masalah.

Kita sambung lagi cerita Indra dan kawan-kawannya di atas…

Apa yang Indra pinjam, itulah yang dia bayarkan. Tidak masalah Indra memproduksi apa atau memiliki keahlian apa, kalau Indra meminjam rupiah kepada bank maka rupiahlah yang harus dikembalikan kepada bank. Tidak masalah bentuk rupiah seperti apa, apakah 1 rupiah = selembar kertas dengan cap Rp1 , atau 1 rupiah = 1 gr batu / logam tertentu , atau 1 rupiah = sebatang kayu ukuran tertentu, atau lainnya.

Kalau rupiah adalah kertas, dia harus mengembalikan kertas, kalau rupiah adalah logam, dia harus mengembalikan logam, kalau rupiah adalah sebatang kayu, dia harus mengembalikan sebatang kayu… Plus bunga pinjaman dalam bentuk yang sama.

Untuk menjadi sang pencipta uang, kita harus berhasil membujuk seluruh komunitas untuk menggunakan suatu benda yang kita miliki / produksi sebagai uang. Atau kalau tidak bisa membujuk mereka, kita harus memiliki kekuasaan untuk memaksa mereka untuk menerima suatu benda yang kita miliki / produksi sebagai uang. Hanya 1 dari 2 cara ini, tidak perlu yang lain.

Biarkan saya yang mengontrol uang sebuah negara, maka saya tidak peduli siapa yang menulis hukum di negara tersebut.”
- Mayer Amschel Rothschild. 1790 –

Medium yang bertahan paling lama sebagai uang bagi umat manusia adalah emas dan perak. Ada yang menyebutnya dengan uang “sejati,” ada yang menyebutnya dengan uang “jujur,” ada yang menyebutnya dengan uang “Tuhan.”

Mungkin ada baiknya juga kita mencari tahu sejarah penambang emas, siapakah mereka sebenarnya? Saya masih sedikit penasaran, apakah emas yang hebat, karena telah bertahan selama ribuan tahun, atau manusia-manusia di balik bisnis emas yang hebat, yang telah bertahan selama ribuan tahun?

Terus-terang, sampai hari ini pun saya masih belum memahami misteri emas, mengapa ratusan juta orang, bahkan milyaran orang begitu menginginkannya. Bagaimana sekeping logam kuning ini bisa memiliki kekuatan yang sedemikian besar di dunia? Apakah karena sejak dulu orang-orang menganggapnya sebagai uang, maka otomatis kita juga harus mempertahankan pendapat tersebut selamanya? Apakah uang, sebagai medium pertukaran barang, benar-benar harus memiliki “nilai intrinsik?” Atau apakah emas benar-benar memiliki nilai intrinsik?

Anyway, poin yang mau saya ceritakan bukan bahan apa yang mau dijadikan sebagai uang, melainkan bagaimana uang muncul ke tangan publik, dan apa status uang itu, sebagai hutang atau sebagai apa, itulah yang ingin saya sampaikan kepada Anda untuk dipikirkan.

Jangan salah paham, saya bukan sedang kampanye anti emas, sebagian tabungan saya juga saya simpam dalam bentuk emas. Seperti yang saya katakan, saya belum memahami misteri emas. Kita sedang hidup di sebuah zaman yang ekstrim, kita-kitalah yang akan menjadi saksi meletusnya bubble hutang terbesar dalam sejarah manusia, mendiversifikasikan tabungan pada zaman seperti sekarang bukanlah sebuah gagasan yang buruk kawan…

Ok, kita balik ke kota Indra tadi…

Umpamakan saja: Bank meminjamkan 1 juta rupiah kepada semua anggota komunitas tersebut dengan bunga 5% / tahun. Tanpa mengenakan bunga-berbunga, dan hanya bunga yang perlu dibayarkan setiap tahun, hutang pokok bisa ditunda.

Maka seluruh anggota kota tersebut harus mengembalikan 50 ribu rupiah setiap tahun kepada bank, dan dalam waktu 20 tahun semua suplai uang di komunitas tersebut sudah habis dihisap oleh bank itu kembali…

Sekarang, bank bukan hanya memiliki 1 juta modal awal yang tetap tercatat sebagai aset mereka (publik masih berhutang 1 juta kepadanya), mereka juga memegang kendali penuh suplai uang komunitas tersebut lewat pembayaran hutang yang dilakukan publik selama 20 tahun ini.

Tentu saja, publik tidak akan menunggu waktu 20 tahun untuk mengajukan kredit baru, jauh sebelumnya mereka sudah mengajukan kredit tersebut. Dunia ini luas, ada berbagai hal lain yang masih bisa dilakukan, masih ada banyak tanah yang masih bisa ditanami & dibangunkan rumah-rumah dan gedung untuk dihuni, dan masih banyak industri-industri baru yang bisa dikembangkan, dll. Ada alasan dan sarana yang sangat banyak bagi komunitas tersebut untuk terus beraktifitas dan menjadikannya sebagai dasar untuk mengajukan kredit baru. Suplai uang tidak akan menurun dengan gampang, selama masih ada peluang pengembangan baru dan daya beli komunitas tersebut masih ada (beban hutang belum mencapai level maksimal).

Bankir yang waras tentunya ingin meminjamkan sebanyak mungkin uang kepada publik. Tidak heran, sebab dari sanalah dia mendapatkan bunga, lewat cara itulah transfer kekayaan dilakukan. Dengan berlalunya waktu, umumnya mereka akan berupaya meminjamkan lebih banyak uang daripada yang mereka miliki. Mereka bisa mencoba mengurangi porsi emas / perak di koin logam yang mereka buat… Atau mengganti emas / perak dengan logam lain yang lebih murah… Atau menulis nota emas untuk menggantikan emas riil… Atau menjadikan nota (kertas) itu sendiri sebagai uang (mengakhiri zaman emas / perak sebagai uang resmi)… Atau mulai menerbitkan cek untuk menggantikan sebagian uang kertas… Atau menciptakan uang elektronik untuk menggantikan uang kertas… dst… Benar-benar kreatif. Tampaknya mereka selalu bisa menemukan cara untuk memenuhi keinginan mereka.

Namun ada hal yang tidak akan berubah…

Bankir hanya menciptakan uang dalam bentuk kredit (hutang), dan mereka selalu meminta lebih daripada yang mereka berikan.

Ibarat seorang tukang kayu yang setiap hari menebang pohon lebih cepat daripada dia menanamnya kembali… Kalau tindakan dia dibiarkan, dan diteruskan ke anak dia… dan diteruskan lagi ke cucu dia… dan diteruskan lagi ke cicit dia… Hanya masalah waktu sebelum dinasti tukang kayu ini menggunduli semua pohon di dunia.

Ini adalah logika matematika yang wajar kawan, saya tidak sedang menulis hal-hal yang misterius di sini…

Fractional reserved system dibuat untuk melipatgandakan kredit yang bisa bank ciptakan… Menggunakan uang kertas sebagai basis, atau menggunakan emas sebagai basis, dua-duanya akan berakhir dengan skenario yang sama kalau kita mengizinkan fractional reserved system, apalagi kalau rasio fractional reserved bisa dibuat fleksibel sesuai keinginan para bankir.

Kalau suplai uang (kredit baru) tumbuh lebih cepat dari pembayaran kredit lama dan bunganya, tanpa diikuti oleh pertumbuhan produksi barang / jasa, kita menyebutnya inflasi… atau menggunakan kosakata yang lebih positif, pertumbuhan ekonomi…

Kalau kredit baru lebih kecil dari pembayaran kredit lama dan bunganya, kita menyebutnya deflasi… atau menggunakan kosakata lain, resesi ekonomi…

Manusia-manusia di dunia ini, kita-kita semua, sebenarnya hanyalah sekelompok orang yang dipermainkan dalam debt based money systemdan fractional reserved banking… Hutang kitalah yang menggerakkan aktifitas perekonomian di planet ini.

Omong-omong soal bahan uang, secara teoritis, turunnya nilai uang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan bahan apa yang dipakai untuk dijadikan sebagai uang. Menyalahkan inflasi kepada uang kertas adalah statement yang kurang adil kepada uang kertas.

Kontrol suplai uanglah (kredit) masalahnya. Kitalah yang mengizinkan fractional reserved banking, kembali ke gold standardtidak akan mengubah apapun kalau kita terus hidup dalam sistemfractional reserved banking dengan rasio fractional reserved yang bisa diubah-ubah sesuka hati. Uang kertas memang bisa dipalsukan, tetapi demikian juga dengan nota emas.

Tentu saja, kalau Anda bisa mengembalikan dunia ke zaman emas / perak / logam lainnya sebagai uang, saya juga tidak akan memprotesnya. Seperti yang sudah saya katakan, saya tidak peduli bahan apa yang digunakan sebagai uang, sumber masalah kita adalah debt based money system, bunga uang, dan fractional reserved banking.

Pemerintah, dalam imajinasi saya, adalah institusi yang didirikan untuk membela kepentingan rakyatnya, untuk melakukan berbagai pekerjaan publik, menyediakan sarana dan prasarana publik, termasuk uang sebagai medium transaksi.

Uang seharusnya bisa dicetak oleh pemerintah, tanpa bunga, untuk mewakili produksi barang / jasa dari rakyat yang mereka wakili. Jumlah uang yang boleh dicetak adalah tergantung seberapa besar kapasitas produksi dan perdagangan dari negara tersebut.

Tentu saja, saya akui kalimat seperti ini gampang untuk diucapkan dan agak sulit untuk diterapkan. Menghitung kapasitas produksi, kapasitas perdagangan, dan bagaimana mendistribusikan uang yang akan dicetak kepada publik memang bukan hal yang sederhana. Tapi sulit bukan berarti tidak mungkin, yang penting adalah niat dan kesempatan untuk melakukannya.

Anyway, ini hanyalah salah satu konsep, mungkin masih ada konsep-konsep lainnya yang bisa dipikirkan, itulah diskusi yang kita perlukan untuk terjadi di negara ini. Inilah topik yang menurut saya penting untuk muncul di masyarakat, di sekolah, di universitas, dan di media.

Saya tidak mengklaim bisa memberikan solusi atas masalah ini, tujuan saya menulis blog ini adalah mengajak orang untuk mulai memikirkan metode penciptaan uang yang lebih adil. Harapan saya, tulisan-tulisan di sini bisa ikut membuka minat dan niat dari orang-orang untuk mereformasi sistem keuangan ribawi yang sedang kita anut.

Jadi, mulailah bercerita kawan… Topik ini benar-benar perlu untuk didiskusikan di masyarakat, bukan hanya di dunia maya…