Rabu, 26 April 2017
Kehancuran Terbesar Ekonomi Di Depan Mata
Anda sudah tahu mengenai fractional reserve system?...
Bank tidak benar-benar menggunakan semua uangnya ketika mereka menciptakan aset di kolom neraca mereka. Hanya sebagian uang mereka yang diperlukan ketika mereka meminjamkan uang ke si peminjam.
Kalau Anda mendengar reserve requirement adalah sebesar 10%, maka untuk setiap $100 pinjaman yang mereka berikan, mereka hanya mengeluarkan $10 saja.
Model ini bisa disebut dengan nominal based fractional reserved system.
Model ini bisa disebut dengan nominal based fractional reserved system.
Paska penerapan new capital accord (Basel Accord 2) tahun 2007, kita melihat dunia perbankan dan finansial bergejolak tak henti-hentinya. Dan semua orang dengan akal waras dan insider sudah keluar sama sekali dari pasar finansial.
Apa sebenarnya yang diterapkan di capital accord baru ini? Sederhananya, perbankan tidak lagi menganut nominal based reserved, mulai tahun lalu perbankan harus menerapkan risk based fractional reserved system.
Sekarang, aset perbankan dibagi menjadi 3 level:
Level 1 antara lain surat hutang pemerintahan negara maju, seperti USA, Inggris, Euro, & Emas.
Level 2 antara lain surat hutang / obligasi korporat kualitas tinggi (rating AAA)
Level 3 antara lain surat hutang dengan rating lebih rendah (B atau C), sekuritisasi aset (KPR, otomotif, dll), kontrak Swap dll.
Modal yang diperlukan untuk membiayai ketiga level aset ini berbeda-beda:
Level 2 sedikit lebih banyak, misalnya cadangan modal sampai $5 untuk setiap $100 aset yang bank miliki.
Level 3 adalah produk berisiko tinggi, cadangan modal yang diperlukan berbeda-beda tergantung produknya, bisa $10, $15, $20, $30, $50, bahkan sampai setinggi $100 untuk setiap $100 aset.
Seperti yang sudah Anda ketahui, sekuritisasi produk CDO (collaterized Debt Obligation) subprime sebelumnya adalah produk AAA. Tetapi dengan banyaknya KPR gagal bayar, banyak produk CDO yang akhirnya menjadi kertas sampah. Status produk-produk inipun terus menurun dan modal yang harus dicadangkan perbankan pun terus meningkat. Bank-bank di negara maju, yang sebelumnya hanya mencadangkan beberapa dolar untuk produk ini, terpaksa meningkatkan modal mereka untuk produk-produk sampah ini. Tetapi..... bank tidak ada uang, dan mereka pun terkena margin call.
Bilions-billions dan trillions dolar injeksi bank sentral di seluruh negara maju yang Anda baca di koran dari tahun lalu sampai sekarang adalah untuk membantu bank memenuhi ratio kecukupan modal mereka supaya mereka bisa memenuhi ketentuan capital accord yang baru. Kalau mereka tidak bisa memenuhi ketentuan baru ini, mereka harus dinyatakan pailit... bankrut...
Sekarang Anda tahu mengapa pemerintah negara maju mati-matian menutup mata mereka terhadap perusahaan rating yang terus-menerus memberikan rating palsu, penilaian yang lebih bagus daripada yang seharusnya didapatkan oleh klien mereka. Rating AAA seolah-olah adalah gratis, semua korporat adalah AAA, seburuk-buruknya kinerja klien mereka, rating mereka masih AAB atau AA-. Mengapa? Karena bila rating diturunkan, modal yang perlu dicadangkan oleh perbankan untuk produk ini pun bertambah, dan bank sudah tidak punya uang untuk itu.
Namun satu hal yang tidak kelihatan di banking book perbankan (neraca) adalah detail produk derivatif mereka. Produk ini biasanya dicatatkan di pembukuan yang lain, namanya trading book. Tetapi ada satu hal yang sangat luar biasa mengenai peraturan pencadangan modal mengenai produk derivatif, yaitu negatively correlating asset.
Bila bank menulis sebuah kontrak kepada beberapa pihak, dan pihak-pihak tersebut secara teori (menurut model komputer, marked to model) bisa saling meniadakan resiko, maka bank hanya perlu mencadangkan modal atas selisih resiko mereka.
Kita buat perumpamaan saja, andaikan bank memberikan pinjaman ke toko eskrim sebesar $10, dan memberikan pinjaman lain ke toko payung sebesar $11. Bukannya mencadangkan modal sebesar $21, bank hanya mencadangkan $1 atas 2 transaksi ini. Perusaaan eskrim dan payung adalah negatively correlating asset. Yang satu akan sukses di musim kemarau, dan kalau yang terjadi musim hujan, maka payunglah yang sukses. Hehe... luar biasa bukan. Mengapa bank suka melakukan hal ini? Karena semakin sedikit modal yang perlu dicadangkan, semakin besar leverage mereka. Ingat, leverage adalah kunci kekuatan dari fractional reserved system.
Atau kita ambil perumpamaan lain, bank menulis foreign exchange swap dalam US dolar dan Euro. Di kaki USD, mereka mencari mitra dagang lain untuk trasaksi USD-Yen, dan di kaki Euro, mereka mencari lagi mitra dagang lan untuk transaksi Euro-Swiss Franc. Lalu mereka menutup transaksi ini dengan mencari orang yang bertransaksi Yen-Swiss Franc. Selama tidak ada counterparty yang gagal bayar, skema ini tidak bermasalah, dan bank bahkan tidak perlu menyediakan modal untuk memfasilitasi produk derivatif ini, dan yang pasti angka-angka perdagangan derivatif ini tidak muncul di banking book (neraca) yang mereka berikan kepada publik setiap 3 bulanan itu.
Jadi ibaratkan trading book perbankan sebagai sebuah meja, meja itu harus balanced supaya modal perbankan tidak terpakai untuk produk-produk tersebut.
Krisis CDO subprime telah memicu ketidakseimbangan meja trading book perbankan negara maju. Model marked to model mereka tidak pernah teruji di dunia nyata, kalau ada counterparty yang ingkar janji, bankrut, atau gagal bayar, keseluruhan sistem ini akan runtuh.
Setiap kali adalah aset di trading book yang membusuk, produk tersebut harus segera diganti dengan meterial baru supaya meja tersebut tidak runtuh. Material apa yang dipakai untuk "menyeimbangkan meja" sejak tahun lalu? Jawabannya adalah cash....
Sebelumnya ada Contract Default Swap (CDS) untuk melindungi para partisipan derivatif atas resiko gagal bayar counterparty mereka, dan dengan demikian mereka bisa terus menyembunyikan transaksi itu ditrading book mereka. Tetapi sekarang CDS pun diragukan gunanya, buktinya AIG sudah jatuh. Alasan AIG dan perusahaan asuransi raksasa lainnya diselamatkan karena bila CDS yang ditulis mereka dinyatakan menjadi sampah, maka kontrak-kontrak derivatif akan dimasukkan di banking book (neraca) perbankan. Dan bila dimasukkan ke neraca, maka perlu modal trilyunan dolar lagi untuk menopang aset-aset sampah itu, dan bank-bank di negara maju sudah terlalu bangkrut untuk bisa menemukan trilyunan dolar baru itu.
Solusi krisis yang diambil berbagai bank sentral sampai saat ini, di satu sisi bank sentral terus menginjeksi uang ke perbankan (bank menukar aset sampah di neraca mereka dengan surat hutang negara), dan di sisi lain perbankan terus menahan kredit untuk diberikan kepada publik. Bukan karena mereka sengaja ingin publik mati, tetapi karena mereka memang tidak punya cukup uang untuk memenuhi rasio kecukupan modal mereka lagi. Secara teknis, bank-bank besar di negara barat sebenarnya sudah insolvent, aset mereka lebih kecil dari hutang, alias modalnya negatif!
* Ingat bagan neraca?
dan X harus = Y (A + B)
(Sekarang di bank-bank utama Amerika dan Eropa, X sebenarnya lebih kecil dari A. Berkat suntikan dana tak habis-habis dari bank sentral, maka seolah-olah modal mereka masih positif. Tetapi, dengan ekonomi riil dan lapangan kerja yang terus memburuk, semakin banyak customer mereka yang gagal bayar, dan semakin kecil lagi X, dan semakin negatif lagi B. Kalau bank sentral menghentikan suntikan dana, bank-bank itu akan langsung tutup!)
Produk derivatif perbankan sudah melewati $1000 trilyun! Semua bank sentral dan bankir pun panik. Sampai sejauh mana bank sentral bersedia mencetak uang untuk diberikan kepada perbankan (resiko hyperinflasi) untuk mempertahankan rasio kecukupan modal mereka? Sampai seberapa dalam bank komersial harus menahan kredit kepada publik dan tidak menciptakan resiko hyperdeflasi? Di satu sisi bankir sekarang kebanjiran trilyunan dolar baru, tetapi di sisi lain masyarakat umum dan pengusaha tidak memiliki akses kredit kepada perbankan komersial, hutang-hutang pun nyaris tidak ada yang bisa dirollover... Bahkan pasar obligasi internasional bisa dibilang beku total sepanjang tahun 2008 ini, dan 2018 akan lebih ketat lagi...
***
Bayangkan seorang pengusaha, sebut saja dengan nama Indra. Dia punya hutang 5 milyar rupiah. Perusahaannya memiliki 100 karyawan. Hutangnya kepada bank biasanya akan dia rolling over setiap bulan Maret. Indra dalam hatinya berencana untuk terus membayar cicilan bunga bulanan saja, dia tidak berencana sama sekali untuk melunasi hutang pokoknya. Yang dia tahu, selama dia sanggup membayar bunga pinjaman, bank tidak akan menarik kredit pokok darinya.
Tetapi betapa terkejutnya dia, pada bulan Januari dia ditelepon oleh sang bankir, katanya bulan Maret ini bank akan menarik piutang mereka. Indra pun stress, dia mencoba mencari pinjaman ke bank lain, tetapi tak ada yang mau meminjaminya. Akhirnya, Indra pun menjual aset-aset perusahaannya. Tokonya yang dulu seluas 5000 m², sekarang tinggal 500 m². Karyawannya pun tinggal 20 orang.
Ada jutaan Indra-Indra yang lain di seluruh dunia. Tidak semua seberuntung dia, setidak-tidaknya Indra yang ini masih sanggup menyelamatkan perusahaannya dari kebangkrutan. Tetapi yang lain bagaimana? Kalau kredit mereka ditarik oleh bank, berapa banyak dari Indra-Indra yang lain yang akan menutup usahanya, berapa juta manusia akan yang kehilangan pekerjaan karena PHK?
* Satu hal yang tidak disadari oleh kebanyakan orang adalah betapa para "orang kaya" dan "konglomerat" sebenarnya tidak terlalu kaya. Mereka memiliki penampilan ekstra mewah memang karena mereka memiliki banyak uang, tetapi uang mereka adalah kredit (hutang). Kalau kredit-kredit itu dikembalikan, Anda akan kaget betapa orang-orang itu sebenarnya biasa-biasa saja. Korporat-korporat juga demikian, nyaris semua perusahaan high profile hidup dari hutang. Kalau mereka gagal merestrukturisasi (rollover) hutang dan obligasi jatuh tempo mereka, perusahaan-perusahaan ternama itu akan bankrut saat itu juga.
Sistem perbankan yang sekarang ibarat meja yang sudah runtuh. Komponen di kaki-kaki meja mereka setiap bulan ada yang membusuk dan harus diamputasi... Bukannya membuat meja dari bahan padat, bankir-bankir modern malah membuat meja mereka dari bahan kertas lunak beracun (derivatif)...
Gagal bayarnya KPR subprime (KPR untuk orang-orang berpendapatan rendah ataupun pendapatan tidak tetap / KPR yang beresiko tinggi untuk default) hanyalah pembuka, masih ada KPRprime yang juga sedang gagal bayar, kredit pembelian real estate komersial, kartu kredit, kredit kendaraan bermotor, kredit korporat,effect swap, foreign exchange swap, dan sebagainya. Sejumlah besar sekuritisasi produk-produk tersebut masih disembunyikan di trading book perbankan barat. Kalau semuanya nantinya akan dicatatkan dibanking book (neraca), it's game over, mereka tidak akan mungkin menemukan modal untuk itu. $1000's trillion is just too much....!
Dalam Protokol Zion, disebutkan bahwa bankir zionis akan menghancurkan ekonomi riil, lalu menghancurkan sistem finansial (perbankan), dan kemudian tampil sebagai Raja (penyelamat manusia) dengan menyediakan semua infrastruktur dan bahan baku bagi manusia untuk survive. Mereka secara de facto memang telah menguasai semua asset riil di dunia. Berbagai perusahaan komoditi dan usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak memang telah diprivatisasi oleh semua negara dan diborong oleh perusahaan-perusahaan yang dibacking oleh bankir zionis ini (Rothschild, Rockefeller, Oppenheimer, Warburg, dll).
Kemarin saya membaca di koran, pemerintah berencana untuk bernegosiasi dengan IMF untuk mendapatkan pinjaman siaga untuk mengantisipasi krisis moneter 2009. Bankir-bankir di IMF bukanlah penyelamat, mereka adalah sekumpulan vampire penghisap darah! Pertemuan-pertemuan semacam itu benar-benar hanya membuang waktu, sekumpulan orang super munafik bertatap muka dan membicarakan tentang rencana perbaikan kesejahteraan rakyat dunia.
Kalau para bankir zionis benar-benar berniat menyelamatkan Indonesia dan negara miskin lainnya, apa yang perlu mereka lakukan sebenarnya sederhana saja.
1. Hapus bukukan hutang pemerintah Indonesia.
2. Kembalikan aset-aset penghasil income yang mereka rampok paska privatisasi kepada negara kita.
Tentu saja, mereka tidak akan melakukan itu!
Dan kalau politisi dan ekonom di semua negara benar-benar mau memperbaiki standar hidup rakyatnya, benar-benar mau memenuhi janjinya saat kampanye, ini yang harus mereka lakukan duluan:
1. Hapuskan sistem moneter kredit (hutang) sebagai uang danfractional reserved system.
2. Hentikan spekulasi nilai tukar mata uang di pasar forex internasional.
Tentu saja, ini juga tidak akan dilakukan!
Kita diajarkan di sekolah bahwa imperialisme Inggris sudah lama berakhir, tetapi sejarah ditulis oleh pemenang... dan kita masih adalah pecundang... Inggris dan Belanda meninggalkan negara-negara jajahannya setelah mendirikan bank sentral di masing-masing negara. Bank sentral tersebut kemudian akan mengembangkan mata uang lokal (kredit/hutang) untuk dipakai oleh rakyat negara tersebut (suplai uang tumbuh lewat kredit oleh bank komersial swasta yang meminjam duluan kepada bank sentral). Tetapi tahukah Anda, nilai dari mata uang negara-negara tersebut masih dalam kendali kelompok yang sama yang duduk manis di sepetak tanah di City of London? Kelompok yang sama yang mengeksploitasi rakyat yang mereka jajah sejak beberapa abad yang lalu.
Jadi... Maaf, tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Bersiap-siaplah menyambut kehancuran terbesar ekonomi di abad 21 ini!!
Ada jutaan Indra-Indra yang lain di seluruh dunia. Tidak semua seberuntung dia, setidak-tidaknya Indra yang ini masih sanggup menyelamatkan perusahaannya dari kebangkrutan. Tetapi yang lain bagaimana? Kalau kredit mereka ditarik oleh bank, berapa banyak dari Indra-Indra yang lain yang akan menutup usahanya, berapa juta manusia akan yang kehilangan pekerjaan karena PHK?
* Satu hal yang tidak disadari oleh kebanyakan orang adalah betapa para "orang kaya" dan "konglomerat" sebenarnya tidak terlalu kaya. Mereka memiliki penampilan ekstra mewah memang karena mereka memiliki banyak uang, tetapi uang mereka adalah kredit (hutang). Kalau kredit-kredit itu dikembalikan, Anda akan kaget betapa orang-orang itu sebenarnya biasa-biasa saja. Korporat-korporat juga demikian, nyaris semua perusahaan high profile hidup dari hutang. Kalau mereka gagal merestrukturisasi (rollover) hutang dan obligasi jatuh tempo mereka, perusahaan-perusahaan ternama itu akan bankrut saat itu juga.
Sistem perbankan yang sekarang ibarat meja yang sudah runtuh. Komponen di kaki-kaki meja mereka setiap bulan ada yang membusuk dan harus diamputasi... Bukannya membuat meja dari bahan padat, bankir-bankir modern malah membuat meja mereka dari bahan kertas lunak beracun (derivatif)...
Gagal bayarnya KPR subprime (KPR untuk orang-orang berpendapatan rendah ataupun pendapatan tidak tetap / KPR yang beresiko tinggi untuk default) hanyalah pembuka, masih ada KPRprime yang juga sedang gagal bayar, kredit pembelian real estate komersial, kartu kredit, kredit kendaraan bermotor, kredit korporat,effect swap, foreign exchange swap, dan sebagainya. Sejumlah besar sekuritisasi produk-produk tersebut masih disembunyikan di trading book perbankan barat. Kalau semuanya nantinya akan dicatatkan dibanking book (neraca), it's game over, mereka tidak akan mungkin menemukan modal untuk itu. $1000's trillion is just too much....!
Dalam Protokol Zion, disebutkan bahwa bankir zionis akan menghancurkan ekonomi riil, lalu menghancurkan sistem finansial (perbankan), dan kemudian tampil sebagai Raja (penyelamat manusia) dengan menyediakan semua infrastruktur dan bahan baku bagi manusia untuk survive. Mereka secara de facto memang telah menguasai semua asset riil di dunia. Berbagai perusahaan komoditi dan usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak memang telah diprivatisasi oleh semua negara dan diborong oleh perusahaan-perusahaan yang dibacking oleh bankir zionis ini (Rothschild, Rockefeller, Oppenheimer, Warburg, dll).
Kemarin saya membaca di koran, pemerintah berencana untuk bernegosiasi dengan IMF untuk mendapatkan pinjaman siaga untuk mengantisipasi krisis moneter 2009. Bankir-bankir di IMF bukanlah penyelamat, mereka adalah sekumpulan vampire penghisap darah! Pertemuan-pertemuan semacam itu benar-benar hanya membuang waktu, sekumpulan orang super munafik bertatap muka dan membicarakan tentang rencana perbaikan kesejahteraan rakyat dunia.
Kalau para bankir zionis benar-benar berniat menyelamatkan Indonesia dan negara miskin lainnya, apa yang perlu mereka lakukan sebenarnya sederhana saja.
1. Hapus bukukan hutang pemerintah Indonesia.
2. Kembalikan aset-aset penghasil income yang mereka rampok paska privatisasi kepada negara kita.
Tentu saja, mereka tidak akan melakukan itu!
Dan kalau politisi dan ekonom di semua negara benar-benar mau memperbaiki standar hidup rakyatnya, benar-benar mau memenuhi janjinya saat kampanye, ini yang harus mereka lakukan duluan:
1. Hapuskan sistem moneter kredit (hutang) sebagai uang danfractional reserved system.
2. Hentikan spekulasi nilai tukar mata uang di pasar forex internasional.
Tentu saja, ini juga tidak akan dilakukan!
Kita diajarkan di sekolah bahwa imperialisme Inggris sudah lama berakhir, tetapi sejarah ditulis oleh pemenang... dan kita masih adalah pecundang... Inggris dan Belanda meninggalkan negara-negara jajahannya setelah mendirikan bank sentral di masing-masing negara. Bank sentral tersebut kemudian akan mengembangkan mata uang lokal (kredit/hutang) untuk dipakai oleh rakyat negara tersebut (suplai uang tumbuh lewat kredit oleh bank komersial swasta yang meminjam duluan kepada bank sentral). Tetapi tahukah Anda, nilai dari mata uang negara-negara tersebut masih dalam kendali kelompok yang sama yang duduk manis di sepetak tanah di City of London? Kelompok yang sama yang mengeksploitasi rakyat yang mereka jajah sejak beberapa abad yang lalu.
Jadi... Maaf, tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Bersiap-siaplah menyambut kehancuran terbesar ekonomi di abad 21 ini!!
The next question... Kapan sistem perbankan barat akan collapse?
Saya bukan insider... Saya tidak bisa menjawabnya. Tetapi saya bisa berspekulasi.
Pertama, ekonomi riil harus collapse duluan. Harus ada puluhan juta orang kehilangan pekerjaan mereka, dan puluhan bahkan ratusan juta lainnya hidup dalam kepanikan.
Saya bukan insider... Saya tidak bisa menjawabnya. Tetapi saya bisa berspekulasi.
Pertama, ekonomi riil harus collapse duluan. Harus ada puluhan juta orang kehilangan pekerjaan mereka, dan puluhan bahkan ratusan juta lainnya hidup dalam kepanikan.
Kedua, suplai bahan pangan harus defisit. Sekarang kebanyakan negara masih memiliki simpanan beras atau gandum (di negara barat) selama beberapa bulan. Tetapi jatuhnya harga komoditi saat ini bisa memicu kebangkrutan pertanian / perkebunan. Bila sebagian dari mereka tidak menanam kembali pada bulan-bulan mendatang, maka hasil panen akan menurun. Dan bila berbagai negara telah habis mengkonsumsi cadangan bahan pangan mereka, situasi akan menjadi tak terkontrol, inilah saat yang paling cocok untuk para zionis mengambil alih dunia. Inilah saat yang mereka tunggu-tunggu, seluruh dunia akan tergantung pada mereka, sang Mesiah penyelamat umat manusia.
Sekadar spekulasi, semester kedua 2017 - semester pertama 2019 akan ada perubahan besar-besaran akan standar hidup kebanyakan manusia di planet ini... Perubahan yang tidak akan kita senangi tentunya...!!
Bencana dan Kehancuran Ekonomi adalah Berkah
Dari berbagai kerumitan dan pertengkaran ekonomi terjadi karena 2 hal:
1. Kita hanya melihat efek jangka pendek dari sebuah keputusan.
2.Kita hanya melihat akibat sebuah keputusan terhadap sekelompok kecil orang, bukan terhadap seluruh komunitas.
Hari ini, kita bicara sebentar tentang efek perang, bencana alam, dan berbagai tindakan penghancuran / vandalisme lainya terhadap kekayaan sebuah komunitas.
Pernahkah Anda mendengar orang mengatakan bahwa berkat perang dunia II, Amerika dan dunia secara umumnya berhasil keluar dari masa depresi? Karena berbagai akibat penghancuran, perekonomian kembali bergerak, dan lapangan kerja bertambah…
Sebelum menuju perang, kita mulai dulu saja dengan perumpamaan yang lebih sederhana. Kisah sebuah jendela yang pecah…
X adalah seorang tukang roti. Karena tindakan vandalisme dari seorang preman, sebuah kaca jendelanya pecah. Dan X kemudian terpaksa membeli sebuah jendela baru lagi dari tukang kaca setempat.
Di mata kebanyakan orang, tindakan preman ini memang jahat, tetapi di lain sisi juga sebuah “berkat.”
Mengapa? Karena berkat pecahnya jendela ini, maka tercipta sebuah pekerjaan baru, yaitu A harus membeli dari tukang kaca sebuah jendela. Aktifitas ini akan menggerakkan perekonomian dan menciptakan pekerjaan di komunitas ini.
Sekarang mari kita lihat apa yang sebenarnya terjadi...
Sebelum tindakan preman ini,X memiliki sebuah jendela, dan misalkan lagi uang tunai sebesar 1 juta. Sedangkan si tukang kaca, memiliki harta sebanyak misalnya 1 keping jendela.
Total harta mereka = 2 buah jendela + 1 juta uang tunai.
Setelah tindakan preman ini, X tidak memiliki jendela. Lalu X membeli jendela dari tukang kaca seharga 1 juta.
Sekarang X memiliki sebuah jendela, dan tidak punya lagi uang tunai. Dan si tukang kaca memiliki 1 juta dan berpisah dengan 1 buah kacanya..
Total harta mereka = 1 buah jendela + 1 juta rupiah.
Net resultan dari kejadian ini adalah hilangnya harta komunitas sebanyak 1 jendela.
Efek jangka pendek dari tindakan preman ini adalah menciptakan sebuah pekerjaan untuk tukang kaca yang berhasil menjual 1 jendelanya. Tetapi efek yang sedikit lebih jauh adalah X kehilangan 1 jutanya dan juga tidak sanggup lagi membelanjakan 1 juta ini untuk barang lainnya..
Bila X tidak kehilangan uang 1 juta ini, dia bisa membelanjakan uang ini untuk membeli kebutuhan ataupun keinginan dia yang lain, yang akibatnya juga akan menghasilkan pekerjaan.
Mungkin pantas untuk diulangi apa yang kita bicarakan di artikel sebelumnya. Wajarnya, orang-orang yang memiliki uang akan melakukan setidaknya salah satu dari hal di bawah ini:
-Mengekspansi usahanya sendiri (bisa menciptakan lapangan kerja)
-Menanamkan uangnya di bisnis orang lain yang menurutnya bagus (bisa menciptakan lapangan kerja)
-Menghamburkan uangnya untuk membeli barang-barang konsumtif ataupun barang mewah (bisa menciptakan lapangan kerja)
-Menabung di bank (bank yang mendapatkan dana ini kemudian juga bisa menjadikan uang ini sebagai modal untuk menciptakan lebih banyak lagi kredit kepada publik, yang juga bisa menciptakan lapangan kerja)
Yang penting untuk kita perhatikan dari sebuah kejadian destruksi adalah net resultan dari aktifitas tersebut bagi kekayaan komunitas secara keseluruhan. Jangan melihat efek jangka pendek dari sebuah peristiwa, dan jangan fokus pada kepentingan 1 kelompok, melainkan lihat kepentingan sebuah komunitas secara keseluruhan.
Pekerjaan yang didapat oleh tukang kaca di atas datang lewat pengorbanan masyarakat yang lain, misalnya penjual baju, penjual tepung, penjual sepeda, usaha restoran, atau toko lainnya yang sebenarnya berpotensi menjadi tempat X membelanjakan 1 jutanya.
Pada contoh di atas, masih beruntung si X memiliki 1 juta uang tunai. Kalau tidak punya bagaimana?
1. Dia bisa meminjam ke teman / saudaranya sebesar 1 juta. Dan dengan demikian, ada 1 juta uang teman / saudaranya yang tidak bisa mereka belanjakan karena uang tersebut berpindah tangan ke X.
2. Dia bisa berhutang, baik kepada tukang jendela maupun kepada bank. Efeknya sama saja, X berada di posisi -1 juta (minus). Ini uang yang harus dia bayarkan di kemudian hari juga. Kalau kepada bank, harus ditambah bunga!
Sekarang kita menuju kisah perang…
Benar, perang dunia membantu sejumlah industri yang menciptakan banyak pekerjaan. Tetapi siapa yang bilang kalau tanpa perang dunia uang publik itu akan menganggur? Pekerjaan yang didapat rakyat Amerika datang lewat penghancuran besar-besaran negara-negara lokasi perang dan penderitaan masif bagi korban perangnya.
Pemenang dari perang adalah sekelompok industri yang mendapatkan pekerjaan saat itu, dan juga para bankir yang bisa menciptakan kredit dalam jumlah sangat besar baik kepada pemerintah negara pelaku perang maupun kepada rakyat di lokasi perang paska perang berakhir.
(Contoh yang lebih up to date, pemerintah Amerika menerbitkan ratusan milyar dolar surat hutang untuk membiayai war on terror dan juga perang di Irak dan Afganistan. Ongkos jangka panjang dan tak langsung bahkan ditaksir sebesar beberapa trilyun dolar. Anda tahu apa status uang-uang itu? Itu adalah hutang pemerintah, uang yang dihimpun pemerintah dari tangan individu-individu maupun negara-negara yang memiliki simpanan dolar Amerika, dan tagihannya akan dibayar kembali oleh pembayar pajak / publik Amerika. Rakyat Amerika dirampok secara tidak mereka sadari oleh pemerintahannya. Dan siapa yang mengendalikan pemerintah Amerika? Jawabannya adalah jaringan kriminal Wall Street dan kartel bankir internasional: Rothschild, Rockefeller, Warburg, cs).
Salah satu “pembangunan” pertama setelah Irak diduduki Amerika beberapa tahun lalu adalah pendirian sebuah bank sentral di negara itu. Banyak kredit (hutang) yang bisa diciptakan di Irak paska perang. Bukan hanya kontraktor pemenang proyek rehabilitasi yang bisa kaya di sana sekarang, bank-bank komersial juga sama.
Saya ulangi sekali lagi, pekerjaan dan “kemakmuran” yang didapat dari perang datang lewat penderitaan masif orang lain dan hilangnya kekayaan yang mereka akumulasikan sebelumnya. Seandainya kekayaan mereka tidak dihanguskan dalam perang, modal yang mereka miliki juga bisa menciptakan pekerjaan dan kemakmuran bagi komunitas secara umum.
Di dunia ini, tidak ada satu kejadian apapun yang bisa menandingi perang dalam hal kemampuannya untuk menghanguskan kekayaan dan menciptakan hutang (kecuali bencana alam skala raksasa).
Saya tidak berharap akan ada propaganda untuk membujuk publik agar setuju dengan perang dan berbagai tindakan destruksi lainnya di hari-hari ke depan. Tetapi bila hari itu ternyata tiba, saya berharap Anda masih mengingat tulisan yang Anda baca hari ini…
Perang bukan solusi, destruksi juga bukan berkat.
Net resultan dari semua tindakan & kejadian destruksi adalah hangusnya kekayaan publik, bukan kebalikannya.
2.Kita hanya melihat akibat sebuah keputusan terhadap sekelompok kecil orang, bukan terhadap seluruh komunitas.
Hari ini, kita bicara sebentar tentang efek perang, bencana alam, dan berbagai tindakan penghancuran / vandalisme lainya terhadap kekayaan sebuah komunitas.
Pernahkah Anda mendengar orang mengatakan bahwa berkat perang dunia II, Amerika dan dunia secara umumnya berhasil keluar dari masa depresi? Karena berbagai akibat penghancuran, perekonomian kembali bergerak, dan lapangan kerja bertambah…
Sebelum menuju perang, kita mulai dulu saja dengan perumpamaan yang lebih sederhana. Kisah sebuah jendela yang pecah…
X adalah seorang tukang roti. Karena tindakan vandalisme dari seorang preman, sebuah kaca jendelanya pecah. Dan X kemudian terpaksa membeli sebuah jendela baru lagi dari tukang kaca setempat.
Di mata kebanyakan orang, tindakan preman ini memang jahat, tetapi di lain sisi juga sebuah “berkat.”
Mengapa? Karena berkat pecahnya jendela ini, maka tercipta sebuah pekerjaan baru, yaitu A harus membeli dari tukang kaca sebuah jendela. Aktifitas ini akan menggerakkan perekonomian dan menciptakan pekerjaan di komunitas ini.
Sekarang mari kita lihat apa yang sebenarnya terjadi...
Sebelum tindakan preman ini,X memiliki sebuah jendela, dan misalkan lagi uang tunai sebesar 1 juta. Sedangkan si tukang kaca, memiliki harta sebanyak misalnya 1 keping jendela.
Total harta mereka = 2 buah jendela + 1 juta uang tunai.
Setelah tindakan preman ini, X tidak memiliki jendela. Lalu X membeli jendela dari tukang kaca seharga 1 juta.
Sekarang X memiliki sebuah jendela, dan tidak punya lagi uang tunai. Dan si tukang kaca memiliki 1 juta dan berpisah dengan 1 buah kacanya..
Total harta mereka = 1 buah jendela + 1 juta rupiah.
Net resultan dari kejadian ini adalah hilangnya harta komunitas sebanyak 1 jendela.
Efek jangka pendek dari tindakan preman ini adalah menciptakan sebuah pekerjaan untuk tukang kaca yang berhasil menjual 1 jendelanya. Tetapi efek yang sedikit lebih jauh adalah X kehilangan 1 jutanya dan juga tidak sanggup lagi membelanjakan 1 juta ini untuk barang lainnya..
Bila X tidak kehilangan uang 1 juta ini, dia bisa membelanjakan uang ini untuk membeli kebutuhan ataupun keinginan dia yang lain, yang akibatnya juga akan menghasilkan pekerjaan.
Mungkin pantas untuk diulangi apa yang kita bicarakan di artikel sebelumnya. Wajarnya, orang-orang yang memiliki uang akan melakukan setidaknya salah satu dari hal di bawah ini:
-Mengekspansi usahanya sendiri (bisa menciptakan lapangan kerja)
-Menanamkan uangnya di bisnis orang lain yang menurutnya bagus (bisa menciptakan lapangan kerja)
-Menghamburkan uangnya untuk membeli barang-barang konsumtif ataupun barang mewah (bisa menciptakan lapangan kerja)
-Menabung di bank (bank yang mendapatkan dana ini kemudian juga bisa menjadikan uang ini sebagai modal untuk menciptakan lebih banyak lagi kredit kepada publik, yang juga bisa menciptakan lapangan kerja)
Yang penting untuk kita perhatikan dari sebuah kejadian destruksi adalah net resultan dari aktifitas tersebut bagi kekayaan komunitas secara keseluruhan. Jangan melihat efek jangka pendek dari sebuah peristiwa, dan jangan fokus pada kepentingan 1 kelompok, melainkan lihat kepentingan sebuah komunitas secara keseluruhan.
Pekerjaan yang didapat oleh tukang kaca di atas datang lewat pengorbanan masyarakat yang lain, misalnya penjual baju, penjual tepung, penjual sepeda, usaha restoran, atau toko lainnya yang sebenarnya berpotensi menjadi tempat X membelanjakan 1 jutanya.
Pada contoh di atas, masih beruntung si X memiliki 1 juta uang tunai. Kalau tidak punya bagaimana?
1. Dia bisa meminjam ke teman / saudaranya sebesar 1 juta. Dan dengan demikian, ada 1 juta uang teman / saudaranya yang tidak bisa mereka belanjakan karena uang tersebut berpindah tangan ke X.
2. Dia bisa berhutang, baik kepada tukang jendela maupun kepada bank. Efeknya sama saja, X berada di posisi -1 juta (minus). Ini uang yang harus dia bayarkan di kemudian hari juga. Kalau kepada bank, harus ditambah bunga!
Sekarang kita menuju kisah perang…
Benar, perang dunia membantu sejumlah industri yang menciptakan banyak pekerjaan. Tetapi siapa yang bilang kalau tanpa perang dunia uang publik itu akan menganggur? Pekerjaan yang didapat rakyat Amerika datang lewat penghancuran besar-besaran negara-negara lokasi perang dan penderitaan masif bagi korban perangnya.
Pemenang dari perang adalah sekelompok industri yang mendapatkan pekerjaan saat itu, dan juga para bankir yang bisa menciptakan kredit dalam jumlah sangat besar baik kepada pemerintah negara pelaku perang maupun kepada rakyat di lokasi perang paska perang berakhir.
(Contoh yang lebih up to date, pemerintah Amerika menerbitkan ratusan milyar dolar surat hutang untuk membiayai war on terror dan juga perang di Irak dan Afganistan. Ongkos jangka panjang dan tak langsung bahkan ditaksir sebesar beberapa trilyun dolar. Anda tahu apa status uang-uang itu? Itu adalah hutang pemerintah, uang yang dihimpun pemerintah dari tangan individu-individu maupun negara-negara yang memiliki simpanan dolar Amerika, dan tagihannya akan dibayar kembali oleh pembayar pajak / publik Amerika. Rakyat Amerika dirampok secara tidak mereka sadari oleh pemerintahannya. Dan siapa yang mengendalikan pemerintah Amerika? Jawabannya adalah jaringan kriminal Wall Street dan kartel bankir internasional: Rothschild, Rockefeller, Warburg, cs).
Salah satu “pembangunan” pertama setelah Irak diduduki Amerika beberapa tahun lalu adalah pendirian sebuah bank sentral di negara itu. Banyak kredit (hutang) yang bisa diciptakan di Irak paska perang. Bukan hanya kontraktor pemenang proyek rehabilitasi yang bisa kaya di sana sekarang, bank-bank komersial juga sama.
Saya ulangi sekali lagi, pekerjaan dan “kemakmuran” yang didapat dari perang datang lewat penderitaan masif orang lain dan hilangnya kekayaan yang mereka akumulasikan sebelumnya. Seandainya kekayaan mereka tidak dihanguskan dalam perang, modal yang mereka miliki juga bisa menciptakan pekerjaan dan kemakmuran bagi komunitas secara umum.
Di dunia ini, tidak ada satu kejadian apapun yang bisa menandingi perang dalam hal kemampuannya untuk menghanguskan kekayaan dan menciptakan hutang (kecuali bencana alam skala raksasa).
Saya tidak berharap akan ada propaganda untuk membujuk publik agar setuju dengan perang dan berbagai tindakan destruksi lainnya di hari-hari ke depan. Tetapi bila hari itu ternyata tiba, saya berharap Anda masih mengingat tulisan yang Anda baca hari ini…
Perang bukan solusi, destruksi juga bukan berkat.
Net resultan dari semua tindakan & kejadian destruksi adalah hangusnya kekayaan publik, bukan kebalikannya.
Selasa, 25 April 2017
Sistem keuangan kita
“Ketika penjarahan menjadi gaya hidup bagi sebuah kelompok
yang hidup di tengah-tengah sebuah masyarakat, dengan berlangsungnya waktu,
mereka akan menciptakan bagi mereka sendiri sebuah sistem legal untuk
mengesahkan tindakan tersebut dan sebuah kode moral untuk mengagungkannya.”
- Frederic Bastiat -
Kita sambung lagi ceritanya… Hari ini kita cerita tentang debt-based-money-system (sistem
hutang sebagai uang). Ini sistem yang sama yang digunakan di negara manapun di
dunia, termasuk Indonesia.
Uang (money), seperti yang kita ketahui, adalah simbol
dari kekayaan (wealth). Dengan uang, kita bisa membeli berbagai barang
yang tersedia di dunia. Bagi kebanyakan orang, uang itu sendiri adalah
kekayaan. Money = Wealth.
Namun kenyataannya sedikit berbeda kawan. Kekayaan, baik berupa
barang yang diproduksi, maupun modal tak tampak seperti pengetahuan dan
keahlian manusia tidak sama persis dengan uang. Kekayaan bisa saja berada di
sebuah komunitas untuk waktu yang sangat lama, sedangkan uang belum tentu.
Setiap unit uang memiliki umur tertentu. Yang saya maksud dengan
umur bukan ketahanan fisik dari uang itu, tidak peduli uang itu berupa selembar
kertas, sebatang kayu, sekeping koin logam, atau hanya angka elektronik di
komputer. Yang saya maksud dengan umur adalah batasan waktu bagi uang tersebut
untuk beredar di sebuah komunitas.
Kebanyakan orang tidak diberitahu bahwa uang tercipta saat bank
menciptakan kredit. Masyarakat percaya bahwa negara mencetak uang, tetapi tidak
membayangkan bagaimana proses uang itu muncul di tangan publik, yang mereka
bayangkan adalah masyarakat akan berusaha dan bersaing dengan adil untuk
mendapatkan uang tersebut.
Tapi kenyataannya, di zaman ini kreditlah uang, tidak masalah
bentuknya logam, kertas, atau angka digital elektronik. Dan yang namanya kredit
ada masa pembayarannya, tergantung kesepakatan saat pengajuan kredit antara
Anda dengan bank pemberi kredit.
Umpamakan begini…
Indra meminjam 100 rupiah dengang bunga 20% / tahun, cara
pembayaran yang Indra sepakati dengan bank adalah dengan membayar 10 rupiah
selama 12 bulan, total Rp 120.
Memasuki bulan ke-10, Indra sudah kehilangan 100 rupiah yang dia
pinjam sebelumnya, cicilan untuk dua bulan mendatang hanya mungkin datang lewat
2 cara:
1. Mengajukan pinjaman baru, menutup hutang lama dengan hutang
baru.
2. Menjual sesuatu kepada orang lain yang memiliki rupiah, dan
menggunakan uang itu untuk membayar cicilan
Misalnya Indra menggunakan cara pertama, memperpanjang skema
pinjaman ini dengan cara yang sama. Maka memasuki bulan ke-20, dia lagi-lagi
akan kehilangan semua uangnya, dan cicilan untuk bulan ke-21 sampai bulan ke-24
lagi-lagi hanya bisa dilakukan lewat 2 cara di atas.
Kalau Indra memilih cara kedua, bahwa cicilannya akan dibayar
oleh orang lain yang membayar rupiah kepadanya atas barang / jasa yang dia
jual, ketahuilah bahwa rupiah yang ada di tangan orang tersebut sebenarnya juga
muncul lewat 2 cara di atas sebelumnya.
Bunga pinjaman, akan mempercepat masa hilangnya
uang di sebuah komunitas, mempercepat waktu di mana kredit baru harus diajukan
oleh komunitas tersebut, dan juga mentransfer kekayaandari tangan
orang yang mengajukan kredit kepada orang yang menciptakan kredit. Dan bila
suatu ketika bunga pinjaman terlambat dibayar oleh si peminjam, dan
keterlambatan cicilan tersebut juga ikut dibungakan (bunga-berbunga
/ compounding interest), maka waktu yang dimiliki
komunitas tersebut untuk mengajukan kredit baru akan terus bertambah sempit,
dan skala kredit yang harus diajukan oleh komunitas tersebut juga akan terus
membesar secara eksponensial. Dalam jangka waktu yang panjang, setelah
berpuluh-puluh tahun atau seratusan tahun, skala kredit (hutang) yang harus
diajukan oleh komunitas tersebut (generasi anak-cucu-cicit mereka) bisa
membentuk kurva parabolik raksasa.
Bila tanpa bunga, waktu yang diperlukan sebelum komunitas
tersebut harus mengajukan kredit baru akan menjadi lebih lama. Dan bila
dibandingkan dengan apa yang akan terjadi dengan sistem bunga-berbunga, waktu
yang diperlukan di mana komunitas tersebut harus mengajukan kredit (hutang)
baru akan bertambah sangat-sangat drastis, tetapi tetap saja uang itu ada masa
berlakunya, tetap saja itu status uang itu adalah hutang dari publik yang harus
dilunasi kepada sang pencipta kredit.
Kalau memang harus memilih salah satu di antara keduanya,
wajarnya kita akan memilih sistem penciptaan kredit tanpa bunga daripada
sebaliknya. Benar-benar orang yang aneh kalau dia berpikir bahwa mengenakan
bunga dalam proses penciptaan uang yang diperlukan publik adalah demi kebaikan
/ kepentingan komunitas tersebut.
Kita-kita semua, termasuk berlevel-level generasi di atas kita,
pada dasarnya hanya sekelompok manusia yang silih-berganti mengajukan kredit
kepada sang pencipta kredit agar kita bisa memiliki uang sebagai medium
transaksi. Demikian juga dengan generasi-generasi yang berikut, hanya akan
silih-berganti memikul tanggung-jawab yang semakin lama semakin berat untuk
berhutang dan membayar bunga hutang tersebut, dengan tujuan untuk
mempertahankan suplai uang di komunitas masing-masing.
Kalau Anda pikir baik-baik, mengenakan bunga dalam debt
based money system benar-benar adalah rancangan seorang genius.
Kenyataan bahwa ada sekelompok orang yang sudah mulai mempraktekkannya /
berusaha mempraktekkannya di komunitas mereka sejak ribuan tahun yang lalu,
benar-benar membuktikan bahwa manusia adalah makluk yang sangat cerdas, bahkan
sejak dahulu kala.
Tetapi, tentu saja, kenyataan bahwa ada zaman-zaman tertentu di
mana manusia bisa membiarkan diri mereka diperbudak oleh sistem ini (termasuk
zaman ini) juga membuktikan bahwa manusia juga adalah sebuah makluk yang mudah
melupakan masa lalu. Pikiran kita terus-menerus dialihkan ke berbagai hal
lainnya oleh sebuah sistem / kekuatan secara tidak kita sadari, tidak ada lagi
waktu dan konsentrasi untuk memikirkan darimana uang berasal, dan apa status
uang yang kita gunakan. Semua orang sibuk memikirkan urusan pribadinya, urusan
keluarganya, urusan kantornya, urusan selebriti pujaannya, urusan politisi
favoritnya, dan bla bla bla lainnya (Divide &
Conguer).
Kalau memang ada sebuah topik yang sedemikian penting yang harus
didiskusikan secara nasional di seluruh sekolah, universitas, televisi, radio,
bahkan sampai ke sudut warung kopi sekalipun di negara ini, bahkan secara
internasional di seluruh dunia, saya rasa topik itu adalah bagaimana seharusnya
uang diciptakan kepada publik, kepada kita-kita semua.
Gerakan untuk memulainya sudah dilakukan sejak lama, terutama di
luar negeri. Anda bisa melihatnya di internet, ada ribuan, bahkan puluhan ribu
website dari orang-orang yang ingin memprotes, lihat juga di youtube,
video-video dari orang yang sedang membagi informasi kepada seluruh orang di
dunia mengenai sistem gila yang kita gunakan sekarang.
Sedih sekali rasanya ketika membuka televisi, menyaksikan debat
dan kampanye calon “pemimpin rakyat,” dan yang kita dengar terus-menerus dari
mulut mereka adalah solusi atas berbagai AKIBAT dari masalah, bukan PENYEBAB
dari masalah. Saya percaya kebanyakan dari mereka memang berniat untuk
memperbaiki keadaan negara, tetapi di sisi lain saya juga merasa mereka sedang
mencari solusi di tempat yang salah, bagaimana mereka mau menawarkan solusi
kalau mereka bahkan tidak memahami penyebabnya?
Debt Based Money System,
Bunga Kreasi Uang,
Fractional Reserved Banking.
Inilah rangkaian awal penyebab berbagai masalah.
Kita sambung lagi cerita Indra dan kawan-kawannya di atas…
Apa yang Indra pinjam, itulah yang dia bayarkan. Tidak masalah Indra
memproduksi apa atau memiliki keahlian apa, kalau Indra meminjam rupiah kepada bank
maka rupiahlah yang harus dikembalikan kepada bank. Tidak masalah bentuk rupiah
seperti apa, apakah 1 rupiah = selembar kertas dengan cap Rp1 , atau 1 rupiah =
1 gr batu / logam tertentu , atau 1 rupiah = sebatang kayu ukuran tertentu,
atau lainnya.
Kalau rupiah adalah kertas, dia harus mengembalikan kertas,
kalau rupiah adalah logam, dia harus mengembalikan logam, kalau rupiah adalah
sebatang kayu, dia harus mengembalikan sebatang kayu… Plus bunga pinjaman dalam
bentuk yang sama.
Untuk menjadi sang pencipta uang, kita harus berhasil membujuk
seluruh komunitas untuk menggunakan suatu benda yang kita miliki / produksi
sebagai uang. Atau kalau tidak bisa membujuk mereka, kita harus memiliki
kekuasaan untuk memaksa mereka untuk menerima suatu benda yang kita miliki /
produksi sebagai uang. Hanya 1 dari 2 cara ini, tidak perlu yang lain.
“Biarkan saya yang mengontrol uang sebuah negara, maka saya
tidak peduli siapa yang menulis hukum di negara tersebut.”
- Mayer Amschel Rothschild. 1790 –
Medium yang bertahan paling lama sebagai uang bagi umat manusia
adalah emas dan perak. Ada yang menyebutnya dengan uang “sejati,” ada yang
menyebutnya dengan uang “jujur,” ada yang menyebutnya dengan uang “Tuhan.”
Mungkin ada baiknya juga kita mencari tahu sejarah penambang
emas, siapakah mereka sebenarnya? Saya masih sedikit penasaran, apakah emas
yang hebat, karena telah bertahan selama ribuan tahun, atau manusia-manusia di
balik bisnis emas yang hebat, yang telah bertahan selama ribuan tahun?
Terus-terang, sampai hari ini pun saya masih belum memahami
misteri emas, mengapa ratusan juta orang, bahkan milyaran orang begitu
menginginkannya. Bagaimana sekeping logam kuning ini bisa memiliki kekuatan
yang sedemikian besar di dunia? Apakah karena sejak dulu orang-orang
menganggapnya sebagai uang, maka otomatis kita juga harus mempertahankan
pendapat tersebut selamanya? Apakah uang, sebagai medium pertukaran barang,
benar-benar harus memiliki “nilai intrinsik?” Atau apakah emas benar-benar
memiliki nilai intrinsik?
Anyway, poin yang mau saya ceritakan bukan bahan apa yang mau
dijadikan sebagai uang, melainkan bagaimana uang muncul ke tangan publik, dan
apa status uang itu, sebagai hutang atau sebagai apa, itulah yang ingin saya
sampaikan kepada Anda untuk dipikirkan.
Jangan salah paham, saya bukan sedang kampanye anti emas,
sebagian tabungan saya juga saya simpam dalam bentuk emas. Seperti yang saya
katakan, saya belum memahami misteri emas. Kita sedang hidup di sebuah zaman
yang ekstrim, kita-kitalah yang akan menjadi saksi meletusnya bubble hutang
terbesar dalam sejarah manusia, mendiversifikasikan tabungan pada zaman seperti
sekarang bukanlah sebuah gagasan yang buruk kawan…
Ok, kita balik ke kota Indra tadi…
Umpamakan saja: Bank meminjamkan 1 juta rupiah kepada semua
anggota komunitas tersebut dengan bunga 5% / tahun. Tanpa mengenakan
bunga-berbunga, dan hanya bunga yang perlu dibayarkan setiap tahun, hutang
pokok bisa ditunda.
Maka seluruh anggota kota tersebut harus mengembalikan 50 ribu
rupiah setiap tahun kepada bank, dan dalam waktu 20 tahun semua suplai uang di
komunitas tersebut sudah habis dihisap oleh bank itu kembali…
Sekarang, bank bukan hanya memiliki 1 juta modal awal yang tetap
tercatat sebagai aset mereka (publik masih berhutang 1 juta kepadanya), mereka
juga memegang kendali penuh suplai uang komunitas tersebut lewat pembayaran
hutang yang dilakukan publik selama 20 tahun ini.
Tentu saja, publik tidak akan menunggu waktu 20 tahun untuk
mengajukan kredit baru, jauh sebelumnya mereka sudah mengajukan kredit
tersebut. Dunia ini luas, ada berbagai hal lain yang masih bisa dilakukan,
masih ada banyak tanah yang masih bisa ditanami & dibangunkan rumah-rumah
dan gedung untuk dihuni, dan masih banyak industri-industri baru yang bisa
dikembangkan, dll. Ada alasan dan sarana yang sangat banyak bagi komunitas
tersebut untuk terus beraktifitas dan menjadikannya sebagai dasar untuk
mengajukan kredit baru. Suplai uang tidak akan menurun dengan gampang, selama
masih ada peluang pengembangan baru dan daya beli komunitas tersebut masih ada
(beban hutang belum mencapai level maksimal).
Bankir yang waras tentunya ingin meminjamkan sebanyak mungkin
uang kepada publik. Tidak heran, sebab dari sanalah dia mendapatkan bunga,
lewat cara itulah transfer kekayaan dilakukan. Dengan berlalunya waktu, umumnya
mereka akan berupaya meminjamkan lebih banyak uang daripada yang mereka miliki.
Mereka bisa mencoba mengurangi porsi emas / perak di koin logam yang mereka
buat… Atau mengganti emas / perak dengan logam lain yang lebih murah… Atau
menulis nota emas untuk menggantikan emas riil… Atau menjadikan nota (kertas)
itu sendiri sebagai uang (mengakhiri zaman emas / perak sebagai uang resmi)…
Atau mulai menerbitkan cek untuk menggantikan sebagian uang kertas… Atau
menciptakan uang elektronik untuk menggantikan uang kertas… dst… Benar-benar
kreatif. Tampaknya mereka selalu bisa menemukan cara untuk memenuhi keinginan
mereka.
Namun ada hal yang tidak akan berubah…
Bankir hanya menciptakan uang dalam bentuk kredit (hutang), dan
mereka selalu meminta lebih daripada yang mereka berikan.
Ibarat seorang tukang kayu yang setiap hari menebang pohon lebih
cepat daripada dia menanamnya kembali… Kalau tindakan dia dibiarkan, dan
diteruskan ke anak dia… dan diteruskan lagi ke cucu dia… dan diteruskan lagi ke
cicit dia… Hanya masalah waktu sebelum dinasti tukang kayu ini menggunduli
semua pohon di dunia.
Ini adalah logika matematika yang wajar kawan, saya tidak sedang
menulis hal-hal yang misterius di sini…
Fractional reserved system dibuat untuk melipatgandakan
kredit yang bisa bank ciptakan… Menggunakan uang kertas sebagai basis, atau
menggunakan emas sebagai basis, dua-duanya akan berakhir dengan skenario yang
sama kalau kita mengizinkan fractional reserved system, apalagi kalau
rasio fractional reserved bisa dibuat fleksibel sesuai keinginan para
bankir.
Kalau suplai uang (kredit baru) tumbuh lebih cepat dari
pembayaran kredit lama dan bunganya, tanpa diikuti oleh pertumbuhan produksi
barang / jasa, kita menyebutnya inflasi… atau menggunakan kosakata yang lebih
positif, pertumbuhan ekonomi…
Kalau kredit baru lebih kecil dari pembayaran kredit lama dan
bunganya, kita menyebutnya deflasi… atau menggunakan kosakata lain, resesi
ekonomi…
Manusia-manusia di dunia ini, kita-kita semua, sebenarnya
hanyalah sekelompok orang yang dipermainkan dalam debt based money
systemdan fractional reserved banking… Hutang kitalah yang
menggerakkan aktifitas perekonomian di planet ini.
Omong-omong soal bahan uang, secara teoritis, turunnya nilai
uang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan bahan apa yang dipakai untuk
dijadikan sebagai uang. Menyalahkan inflasi kepada uang kertas adalah statement yang
kurang adil kepada uang kertas.
Kontrol suplai uanglah (kredit) masalahnya. Kitalah yang
mengizinkan fractional reserved banking, kembali ke gold
standardtidak akan mengubah apapun kalau kita terus hidup dalam sistemfractional
reserved banking dengan rasio fractional reserved yang
bisa diubah-ubah sesuka hati. Uang kertas memang bisa dipalsukan, tetapi
demikian juga dengan nota emas.
Tentu saja, kalau Anda bisa mengembalikan dunia ke zaman emas /
perak / logam lainnya sebagai uang, saya juga tidak akan memprotesnya. Seperti
yang sudah saya katakan, saya tidak peduli bahan apa yang digunakan sebagai
uang, sumber masalah kita adalah debt based money system, bunga uang,
dan fractional reserved banking.
Pemerintah, dalam imajinasi saya, adalah institusi yang
didirikan untuk membela kepentingan rakyatnya, untuk melakukan berbagai
pekerjaan publik, menyediakan sarana dan prasarana publik, termasuk uang
sebagai medium transaksi.
Uang seharusnya bisa dicetak oleh pemerintah, tanpa bunga, untuk
mewakili produksi barang / jasa dari rakyat yang mereka wakili. Jumlah uang
yang boleh dicetak adalah tergantung seberapa besar kapasitas produksi dan
perdagangan dari negara tersebut.
Tentu saja, saya akui kalimat seperti ini gampang untuk
diucapkan dan agak sulit untuk diterapkan. Menghitung kapasitas produksi,
kapasitas perdagangan, dan bagaimana mendistribusikan uang yang akan dicetak
kepada publik memang bukan hal yang sederhana. Tapi sulit bukan berarti tidak mungkin,
yang penting adalah niat dan kesempatan untuk melakukannya.
Anyway, ini hanyalah salah satu konsep, mungkin masih ada
konsep-konsep lainnya yang bisa dipikirkan, itulah diskusi yang kita perlukan
untuk terjadi di negara ini. Inilah topik yang menurut saya penting untuk
muncul di masyarakat, di sekolah, di universitas, dan di media.
Saya tidak mengklaim bisa memberikan solusi atas masalah ini,
tujuan saya menulis blog ini adalah mengajak orang untuk mulai memikirkan
metode penciptaan uang yang lebih adil. Harapan saya, tulisan-tulisan di sini
bisa ikut membuka minat dan niat dari orang-orang untuk mereformasi sistem
keuangan ribawi yang sedang kita anut.
Jadi,
mulailah bercerita kawan… Topik ini benar-benar perlu untuk didiskusikan di
masyarakat, bukan hanya di dunia maya…
Langganan:
Postingan (Atom)