Rabu, 12 Juli 2017

BANK IFI TERSUNGKUR, SIAPA LAGI MENYUSUL?

Beberapa bulan lalu Ekonomi Orang Waras dan Investasi (EOWI) menurunkan topik potensi kredit macet dan gangguan likuiditas perbankan di Indonesia (link: 1 dan 2). Sejak saat itu sudah ada dua bank bermasalah. Saya beberapa kali memberi peringatan di forum klubsaham.com bahwa ada bank berinitial “I” yang akan bankrut. Dan akhirnya (kemarin) bank IFI dilikuidasi. Dan ini beritanya:

Nasabah Terkejut Bank IFI Dilikuidasi
Jum'at, 17 April 2009 - 14:08 wib
Ahmad Nabhani - Okezone
JAKARTA - Ternyata kabar akan dilikuidasinya PT Bank IFI tidak diberitahukan ke pihak nasabah dan pihak karyawan. Bahkan, pihak nasabah terkejut dengan kabar tersebut karena selama ini tidak ada informasi tentang buruknya kinerja bank tersebut.

"Selama ini belum ada informasi tentang buruknya kinerja bank tersebut," ujar salah satu nasabah Bank IFI Agus, saat ditemui okezone, di Kantor Pusat Bank IFI Plaza ABDA, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (17/4/2009).

Kendati demikian sebagai nasabah yang cukup lama, dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menjamin dana miliknya aman. Selain itu, dia pun mengimbau nasabah lain untuk tidak perlu bersikap panik dan khawatir.

Namun berbeda dengan nasabah, sikap para karyawan terlihat cukup kecewa dengan berita dilikuidasinya bank. Karena pemberitaan tersebut baru didapatkan karyawan pada Jumat pagi ini. Yang lebih memprihatikan, belum ada penjelasan dari pihak manajemen tentang nasib gaji karyawan.

Ada poin penting dalam kasus ini. Pertama semuanya terjadi dengan tiba-tiba, sampai-sampai karyawannya pun tidak tahu akan adanya masalah di Bank IFI. Artinya, baik BI sebagai lembaga pengawas ataupun managemen bank dengan sempurna menutupi semua persoalan yang ada. Hal yang sama juga terjadi sebelumnya dengan Bank Century serta dibungkamnya Erick Ardiansyah, analis Bahana Sekuritas [link], ke dalam penjara karena memperingatkan klien nya akan adanya bank-bank yang bermasalah kepada kliennya.

Yang menarik adalah bahwa mayoritas uang nasabah, yaitu 54.4% tidak bisa ditanggung oleh LPS karena jumlahnya lebih dari Rp 2 milyar atau bunganya di atas bunga yang ditetapkan LPS yaitu 7.75% .

Rp191,2 Miliar Dana Nasabah Bank IFI tak Dijamin 
Jumat, 17 April 2009 12:22 WIB
MI/USMAN ISKANDAR
JAKARTA--MI: Direktur Klaim Dan Resolusi Bank Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Noor Cahyo mengatakan, berdasarkan posisi neraca per akhir Maret 2009, simpanan nasabah yang tidak di jamin atau di atas Rp2 miliar mencapai Rp191,2 miliar.

Noor Cahyo dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (17/4) mengatakan, jumlah tersebut dimiliki oleh 30 rekening. Bank IFI memiliki 9.600 rekening simpanan dan jumlah total rekening yang memiliki simpanan di bawah Rp2 miliar sebesar Rp160,4 miliar.

"Ini posisi Maret, ini bisa saja berubah, karena kita akan menghitungnya berdasarkan posisi saat dilikuidasi, hari ini Jumat(17/4)," katanya.

Menurut dia, simpanan yang dijamin adalah simpanan total setiap orang di satu bank maksimal Rp2 miliar, dengan suku bunga simpanan maksimal sesuai yang ditetapkan LPS, dimana saat ini 7,75%.

Walaupun tidak ada keterangan resmi, perkiraan saya jumlah dana nasabah yang menguap dan tidak ditanggung LPS sebesar Rp191.2 milyar itu hanya dana tabungan dan deposito saja. Sedangkan dana-dana lainnya seperti bank guarantee, garansi bank, atau bid-bond atau performance bond, certified check dan surat-surat berharga lainnya tidak termasuk disini. Teman saya terpaksa gigit jari karena bank garansi nya sebenar US$ 2 juta, tidak bisa dicairkan. Jadi mereka ini harus menunggu likuidasi aset-aset bank IFI.

Walaupun bagi yang termasuk Rp 160,4 milyar yang bisa memperoleh penalangan dari LPS, jangan harap bisa mencairkan uangnya dengan cepat. Tidak semudah itu.

Seperti biasanya BI sebagai badan pengawas perbankan tidak becus dan salah urus. Itu kata Ichsanuddin Noorsy. EOWI tidak mengerti apakah Noorsy ini masi waras?

Penutupan Bank IFI Akibat BI tidak Tegas 
Jumat, 17 April 2009 20:50 WIB
Penulis : Asep Toha
JAKARTA--MI: Masyarakat harus jeli mengenali banknya dengan melihat berbagai informasi termasuk laporan keuangannya. Pasalnya, fungsi pengawasan Bank Indonesia belum bisa menjamin dana masyarakat di bank akan aman seperti pada kasus PT Bank IFI.

Hal itu diungkapkan pengamat perbankan Ichsanudin Noorsy saat dihubungi Media Indonesia di Jakarta, Jumat (17/4). Menurutnya, BI masih belum bisa tegas dalam menangani pesoalan di bank. Begitu juga dengan perlakuan terhadap bank kecil. Bank Sentral lebih cenderung membiarkan bank-bank kecil ketika terjadi krisis.

"Bank Indonesia sekarang kurang tegas dalam menangani pesoalan. Coba baca laporan keuangan Bank IFI enam bulan lalu, laporannya masih unaudited. Padahal, isi laporan sebelumnya sudah memperlihatkan kinerja 'merah'. Jadi seharusnya, BI sudah melakukan berbagai langkah penanganan antisipatif sejak September ketika CAR-nya masih baik," tandas Noorsy.

Noorsy menambahkan, jika dilihat dari kinerjanya memang Bank IFI merupakan bank sakit. Penyakit ini disebabkan bank lebih memilih bermain di korporasi ketimbang di UMKM. Akibatnya, ketika banyak korporasi mengalami kesulitan, rasio kredit macet bank melonjak hingga 26,32% di November 2008. Artinya, penyakit bank bukan disebabkan kondisi ekonomi tapi lebih disebabkan tatakelola bank yang buruk. Lebih jauh, Noorsy mengatakan Bank IFI memang tidak bermain di produk derivatif atau sejenisnya. Akan tetapi, efisiensi bank sangat buruk mengingat hampir setiap bulan, bank ini mengalami rugi operasional yang terus meningkat. Rugi ini disebabkan, bank memberikan bunga tinggi pada dananya tapi kredit yang diberikan justru bunganya lebih rendah.

Kalau melihat tuduhan Noorsy, EOWI kurang paham, apakah Noorsy ini masih waras atau tidak. Pasalnya, BI tidak akan pernah mau membeberkan kebobrokan bank. Membeberkan kebobrokan bank akan sama artinya menyuruh masyarakat me-rush bank. Ini akan membuat sistem fractional reserve banking, akan runtuh. Hallooooo Ichsan..., apa kamu pikir BI mau mengungkapkan kebobrokan bank? Tidak lah..., itu bukan menjadi kepentingan BI.

Oleh sebab itu, EOWI sih berpikir dalam pola teori konspirasi. Ada kesengajaan untuk tidak mengungkapkan semua kebobrokan bank. BI punya dilema, pertama mengungkapkan situasi apa adanya dengan konsekwensi bank di-rush. Dengan sistem fractional reserve banking, sistem moneter sangat rentan terhadap pengambilan dana penabung dari bank. Ini pernah kita bahas di [link: 1 dan2]

Pilihan BI kedua menyembunyikan keadaan yang sebenarnya dan berharap, berdoa sampai bibirnya dower agar persoalan ini berlalu dan membiarkan nasabah terpapar resiko kehilangan uangnya. Dan nampaknya BI memilih yang ke dua. Bahkan kalau ada orang yang mau membeberkan keanehan-keanehan perbankan (bank-bank beresiko) akan ditangkap dan dikriminilisasi. Kami akan berusaha memberikan peringatan kepada pembaca, tetapi harus dimaklumi bahwa hal ini harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk kasus bank IFI kami mengingatkan kira-kira 2 bulan lalu dengan hanya menyebut insial bank “I” saja. Tetapi sebaiknya pembaca lebih proaktif.

Ke depan kemungkinan kita akan melihat Bank Century, Bank IFI lainnya. BI memperingatkan bahwa kredit bermasalah naik. Kata Ichsanuddin Noorsy 26%. Tentang potensi kredit macet pernah kita bahas di MENGUKUR KEKUATAN BOM KRISMON INDONESIA 2009. Disitu dibahas seberapa besar kekuatan krisis itu dan seberapa besar peluangnya.

BI Ingatkan Risiko Kenaikan NPL
Herdaru Purnomo - detikFinance
Jakarta - Bank Indonesia (BI) menghimbau perbankan nasional agar tetap memperhatikan modal dan menyiapkan pencadangan terkait rasio kredit bermasalah (NPL) yang meningkat.

Demikian dikatakan Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Halim Alamsyah kepada wartawan seusai melaksanakan shalat Jumat di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (17/4/2009).

"Kita sudah menghimbau kepada perbankan bahwa NPL yang meningkat harus membuat pencadangan. Pencadangan tersebut harus diambil dari resource-nya, dan itu baik untuk berjaga-jaga," ujar Halim.

Krisis saya pikir masih dalam proses. Hari ini saya membaca di koran Media Indonesia bahwa aset bank-bank BUMN turun sebesar Rp 24 trilliun. Ini bukan lah jumlah yang kecil. Minggu lalu saya diberi hadiah oleh bank saya sebuah printer HP yang secara khusus diantar ke kantor saya. Saya tidak tahu apakah karena minggu sebelumnya saya menelpon bank saya itu dan mengatakan bahwa saya mau menarik dana saya. Di samping itu pegawai bank itu menyodori saya pemberitahuan bahwa ada insentif untuk tetap menyimpan uang di bank antara April sampai Juli. Hadiahnya bagi uang simpanan Rp 20 milyar ke atas adalah sebuah mobil. Ada yang motor, tergantung jumlahnya. Tentu saja hal ini membuat saya berpikir. Ada apa?

Berita lain. Belum lama ini Bank CIMB, tempat saya memarkir uang hasil kerja di negri jiran, mengumumkan akan merumahkan (tanpa gaji) karyawannya di Malaysia dan di luar negri. Katanya, bank Niaga CIMB yang merupakan afiliasi CIMB, juga akan memberlakukan hal yang sama. Ada apa dengan bank CIMB (dan Niaga)?

Win-win move for CIMB, staff: NazirCIMB Group (1023), the country's second largest lender, says its no-pay leave offer to its 36,000 employees should not be construed as an intention to cut its staff strength.

Rather, it is the group's effort to reduce cost amid the global economic downturn, group chief executive Datuk Seri Nazir Razak said yesterday........

He was commenting on an exclusive report by Business Times that CIMB had issued a memorandum last Wednesday to all its employees to inform them of the no-pay leave option from April 1 of between one and six months.

The offer is open to all its employees in CIMB Bank as well as its units in Thailand, Indonesia and Singapore.


RENUNGANKalau melihat rally di bursa saham 4 minggu ini, kita akan berpikir bahwa krisis sudah berakhir. EOWI ingin memperingatkan lagi bahwa krisis belum berakhir. Fundamental ekonomi masih menyisakan beberapa bom waktu yang punya potensi meledak. Di US masih ada ARM (adjustable rate mortgage) dan Alt-A mortgage yang puncaknya ada di tahun 2010 dan 2011. Gelombang gagal bayar di sektor perumahan US punya peluang terjadi lagi di tahun-tahun itu.

Dampak krisis ekonomi global ke Indonesia adalah tidak langsung. Artinya gagal bayar ARM dan Alt-A tidak akan langsung mengenai perbankan Indonesia. Dampak ke Indonesia bersumber pada menurunnya tingkat konsumsi US dan dunia yang menjadi muara bagi eksport Indonesia. Jangan berharap bahwa pola konsumen US dan dunia akan berubah cepat. Selama beberapa bulan ini, kecenderungan menabung masyarakat US mulai meningkat (sebelumya nol atau sedikit negatif). Inilah yang bisa memukul sistem moneter Indonesia. Secara sedikit-demi-sedikit perusahaan-perusahaan yang berbasis eksport yang kehilangan pasar akan gulung tikar dan tidak mampu membayar kreditnya. Dan ini bisa berlangsung sampai 2012. Uang panas yang masuk ke Indonesia yang membuat rupiah menguat juga akan memperburuk keadaan. Daya saing perusahaan Indonesia menurun karenanya.

Jadi mau bagaimana? Apakah tabungan di bank harus di-emaskan? Saya pikir untuk bulan-bulan mendatang emas akan tertekan. Baik oleh ‘penguatan’ rupiah juga mengalirnya dana ke bursa saham. Investor akan cenderung membeli saham dalam kaitannya dengan persepsi bahwa tsunami dan gempa ekonomi global sudah selesai. Kami tidak tahu mengenai hal itu. Suatu gempa besar biasanya punya gempa susulan yang lebih kecil tetapi mempunya daya hancur yang lebih dahsyat. Karena, umumnya struktur sudah lemah ketika terkena gempa pertama dan orang sudah merasa bahwa bencana telah berlalu sehingga tidak waspada. Faktor inilah yang membuat korban berjatuhan lebih besar.

Kembali mengenai emas sebagai tempat berlindung bagi tabungan dan hasil jerih payah anda, kami pikir untuk beberapa bulan mendatang kurang bagus. Saya sendiri baru akan masuk secara serius ke sektor emas pada bulan-bulan Agustus-September. Itupun kalau alam telah memberikan tanda-tanda untuk masuk dalam lobang perlindungan kembali.

Jaga kesehatan dan tambungan anda baik-baik.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar