Senin, 10 Juli 2017

Masih Mengandalkan Ekonomi? Yang Jelas Telah Gagal!


Bahkan saat terpuruk pun, negeri kapitalis mengandalkan ekonomi — padahal ekonomi telah gagal.
Ekonomi telah gagal karena mekanismenya berlangsung melalui kapitalisme, sistem ekonomi dominan yang berbasis riba dan monopoli. Ekonomi–– termasuk di dalamnya teori, ilmu dan sistemnya––tidak berhasil memecahkan problem besar dan sangat mendasar manusia.
Ekonomi –– dengan label apa pun, bahkan bila ia disebut Ekonomi Kerakyatan, Ekonomi Islam––terbukti tidak mampu mewujudkan ekonomi global yang adil dan beradab. Yang terjadi, ekonomi malah memunculkan persoalan baru: kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.
Ekonomi melahirkan dikotomi antara kepentingan individu, masyarakat dan negara dan hubungan antar-negara. Ekonomi gagal pula menyelaraskan hubungan antar-regional di sebuah negara, dan antar-negara.
Kita bahkan tengah menyaksikan awal runtuhnya (ekonomi) kapitalisme pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Krisis ini sebelumnya terjadi pada tingkat korporasi, dan kini pada pondasinya, yakni tingkat negara.
Menurut Amir Amirat Indonesia, Zaim Saidi, “Ekonomi adalah akar persoalannya, dan bukan obat bagi penyakit yang ditimbulkannya. Kita, manusia tidak bisa keluar dari persoalan ekonomi dengan jalan ekonomi itu sendiri. Dalam perspektif Islam, muamalah adalah satu-satunya jalar keluar dari jerat ekonomi,”
Suatu kali 100 ekonom negeri ini — konon para ekonom paling ngetop — berkumpul, atau dikumpulkan, dalam sebuah forum bertajuk “Sarasehan 100 Ekonom Indonesia.”
Apa yang akan mereka simpulkan, kemudian mereka sampaikan kepada kita?
Kalkulasi, ekspektasi, perkiraan, ramalan dan spekulasi, itulah yang akan dijejalkan pada kita, karena tugas ekonomi adalah menjaga keberlangsungan riba.
Shaykh Abdalqadir as-Sufi berkata, “Spekulasi adalah cara orang bodoh. Anda berspekulasi ketika Anda tidak tahu (buku “Jalan Menuju Allah: Tawhid, Futuwwa, Hubb”; Pustaka Adina, 2015, hlm. 33).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar