Senin, 10 Juli 2017

Bank, Memanen Tanaman Orang Lain


Saya jamin karyawan bank akan memekik berke-panjangan menyimak “definisi” yang diberikan oleh Shaykh Imran N. Hosein, yang disampaikannya dalam sebuah ceramah–rekaman videonya saya tonton di Youtube. Saya dapatkan video rekaman itu diunggah menjadi 10 bagian. Kalau sudah tidak sabar untuk mengetahuinya, silakan klik sendiri: http://www.youtube.com/watch?v=p-0NijOSfis (bagian 1) dan http://www.youtube.com/watch?v=esGaBKQPeME&feature=related (bagian 2). Kalau sangat tidak sabar, langsung saja menuju pada seperlima bagian terakhir video bagian 1, yang dilanjutkan ke video 2 di seperempat bagian pertama.
Kalau Anda belum sempat, karena telanjur ingin menikmati tulisan ini lebih dulu, akan saya disampaikan apa yang dikatakan oleh ulama besar kelahiran Trinidad, Hindia Barat itu mengenai bank. Murid ulama dan shaykh sufi Dr. Muhammad Fadlur Rachman Ansari (Al-Qodari) ini menyamakan bank sebagai pihak yang “memanen tanpa menanam”, “menunai tanpa menanam” dan “memanen tanaman orang lain”. Sedangkan bankir disamakannya dengan lintah darat, predator, germo, dan hidup dari keringat orang lain.
Agar tidak ada fitnah, silakan saksikan sendiri tayangan video itu. Dalam video bagian 1, menit ke-8 dan detik ke-34, ia mengatakan, “Allah Subhanahu wa ta’ala menolak riba, meminjamkan uang dengan bunga. Dia (Allah) menolaknya dengan ayat yang sangat indah dalam QS An-Najm (ayat 39–pen.).” Shaykh Imran N. Hosein terlebih dahulu meminta izin untuk mengartikan QS An-Najm: 39 itu sebelum mengutip ayat tersebut dalam bahasa Arab. Shyakh Imran N. Hosein mengartikan QS An-Najm: 39 sebagai: “Jika kamu tidak menanam, kamu tidak boleh memanen.”
Al-Quran Al Karim dan Terjemahannya Departemen Agama RI (Penerbit: Karya Toha Putra Semarang) mengartikan ayat tersebut sebagai: “dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”
Shaykh Imran meneruskan, “Kamu hanya boleh memanen apa yang kamu tanam. Itu adalah maksud ayatnya …” Dilanjutkannya pula: “Manusia tidak berhak atas apa pun selain yang dia kerjakan. Jika kamu tidak menanam, kamu tidak boleh memanen. Saat lintah darat memberi utang, dia tidak sedang menanam. Tidak! Tapi sedang panen, karena uangnya bertambah. Allah berkata bahwa kamu tak boleh memanen, kecuali kamu menanam. (Tapi) Bank memanen tanpa menanam. Bank menuai tanpa menanam. Bagaimana menjelaskannya? Sederhana. Bank memanen tanaman orang lain! Bankir-bankir, lintah darat, hidup dari keringat orang lain. Dia layaknya germo! Lintah darat yang hari ini berkedok sebagai orang beradab dan disebut bankir, seperti germo. Dia hidup dari keringat orang lain. Itulah mereka.”
Shaykh Imran N. Hosein menegaskan bahwa yang dilakukan bank dan bankir adalah penindasan. Juga, “Ini adalah perbuatan zalim. Di mana satu orang duduk dengan begitu nyamannya di rumah mewah, di pinggir pantai punya kolam renang, mengendarai Mercedes Benz, liburan ke Disney Land, sementara manusia lainnya harus bekerja layaknya keledai demi menjadikan mereka (para bankir, lintah darat–pen.) hidup makmur.”
Maka, katanya, “Jangan biarkan racun riba masuk dan menguasai ekonomi, karena jika terjadi, penggisap darah, para predator–binatang yang hidup dengan memakan daging binatang lain–akan menguasai perekonomian. Dan mereka akan mengisap darah manusia. So, jika ekonomi berlandaskan pada riba, si kaya akan terus makin kaya dan manusia lainnya menjadi makin miskin dan fakir.”
“Kesaksian” yang disampaikan mantan bankir, misal Dr. A. Riawan Amin melalui buku karyanya, Satanic Financeikut memperlebar pintu hati publik bahwa bank pada dasarnya memang jahat! Kasus penggangsiran uang negara sampai triliunan rupiah melalui Bantuan Likuiditas Bank Indonesia oleh para “bankir hitam” tempo hari, lalu kasus bailout Bank Century yang perkaranya masih belum kelar sampai sekarang, dan kasus Irzen Octa yang pembuluh darahnya pecah, lalu tewas, sesudah diduga disiksa para penagih utang (debt collector) Citibank serta kasus penilepan miliaran rupiah uang nasabah oleh Malinda Dee, manajer senior Citibank, memahamkan kita bahwa sesungguhnya tidak ada “kejahatan perbankan”, karena yang ada, sekali lagi: bank pada dasarnya memang jahat!
Kasus-kasus yang sering disebut sebagai “kejahatan perbankan” itu sebenarnya hanyalah puncak dari gunung es besar sistem perbankan riba yang prinsip dasarnya menghisap sebanyak mungkin uang masyarakat, untuk memperkaya pribadi pemilik bank, direktur dan para manajer serta para karyawan bank.
Melalui berbagai media dan forum, bank terus-menerus  mencitrakan diri bukan sebagai lembaga penindasan yang mengisap seperti lembaga rente di abad-abad lampau. Melainkan sebagai lembaga ekonomi yang berbisnis dan dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan transaksi keuangan mereka.
Buku Satanic Finance, juga beberapa buku lainnya, menyadarkan sebagian orang yang bersedia sadar betapa citra seperti itu sebenarnya sengaja diciptakan untuk menyembunyikan jati diri bank yang sebenarnya. Bahwa perbankan adalah sistem keuangan berkarakter setan, karena hidup ditopang The Pilars of Evils (pilar-pilar setan): fiat money (uang kertas), fractional reserve requirement (giro wajib minimum) dan interest (bunga). Apalagi bila telah menyadari buah kejahatan perbankan.
Sampai sebelum sejumlah orang membongkar dan mendistribusikan pengetahuan mengenai fractional reserve system, juga debt based money system ke publik melalui berbagai forum di dunia maya, para bankir memang berhasil menyimpan rapat-rapat rahasia penting itu dalam brankas bersama uang-uang ker-tas mereka. Tapi rahasia itu satu demi satu telah terbongkar.
Selama menjadi pegawai bank, belum sekali pun saya mendengar para bankir lokal dalam lingkup pergaulan saya, termasuk yang di level bos, menyinggung istilah fractional reserve system dan debt based money system itu. Saya yakin mereka tidak pernah menyadari bahwa mereka telah melakukan kejahatan karena banknya menerapkan dua praktek tercela itu.
Saya pernah mendengar mereka bilang (keceplosan ngomong) bahwa bisnis bank sebenarnya tidak ada hubung-annya dengan perekonomian apa pun. Kata mereka, bisnis bank adalah jual-beli uang. Titik. Karena yang dibisniskan uang, tak bakal ada bank yang mati, kecuali dikelola oleh orang-orang tolol. Alasannya, dari bayi yang belum lahir sampai orang mati pun membutuhkan uang. Bisnis bank justru moncer, untungnya melimpah dan asetnya makin gemuk, saat perekonomian sedang porak-poranda, karena dalam kondisi seperti ini banyak debitur yang “gagal bayar”.
Bertahun-tahun kemudian, saya tahu bahwa utang dengan sistem perbankan laksana mengikat per-janjian dengan setan. Karena itulah, begitu debitur mereka mengalami “gagal bayar”, para bankir segera memindahkan kekayaan para debitur default itu menjadi kekayaan mereka, dan sebaliknya bagi bank, utang para peminjam malang itu menjadi sumber pendapatan yang tiada putus.
Bank tetap saja industri dengan uang sebagai produknya dan mengeruk untung melalui proses pencip-taan uang untuk kemudian dipinjamkan melalui konsep bunga. Lembaga yang hidup dari memungut bunga utang dan memproduksi uang kertas (fiat money) dari kehampaan ini sekarang telah menjadi simbol kemenangan sistem setan melawan industri berlandaskan kemanusiaan.
Melalui perbankan, kapitalisme meruntuhkan muamalah–dan karena melawan fitrah, kapitalisme tidak akan bertahan lama, dan kini sedang limbung untuk segera runtuh berkeping-keping dan tidak bisa bangkit lagi, lalu membusuk, karena pilar-pilar muamalah mulai tegak kembali.
Bank adalah motor penggerak kapitalisme. Dan kapi-talisme, menurut Shaykh Dr. H. Umar Ibrahim Vadillo, dalam perspektif Islam, berarti riba (usury)–Islam dengan tegas mengharamkan riba, dan Allah Ta’ala beserta Rasul-Nya telah mengultimatum para pemakan riba dengan acaman dosa besar yang hukumannya sangat pedih dan hina.
Bank-lah lembaga yang menjelmakan praktek riba (doktrin kapitalisme) di era sekarang dalam bentuk utang berbunga dan penciptaan uang kertas (fiat money) yang buahnya adalah berbagai petaka yang memporak-porandakan sendi-sendi kehidupan umat manusia. Miliaran manusia telah menjadi korban dan berstatus budak akibat kezaliman praktek riba yang mereka lakukan. Berbagai kerusakan yang mereka buat berlangsung sangat cepat dan fantastis di atas di permukaan dan di dalam bumi kita hanya dalam kurun waktu tidak sampai satu abad, dalam bentuk kemiskinan, pengangguran, kelaparan, krisis lingkungan dan moral hazard.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar