Hari ini tanggal 21 Juni 2017, Hari Rabu 3 hari lagi umat
Islam akan merayakan Idul Fitri 1438 H, Jalan Tol JOR seakan tak pernah Sepi.
Foto yang diambil saat itu jembatan penyebrangan Bambu Apus.
Tol sebagai jalan bebas hambatan penghubung wilayah
pemukiman ke wilayah Bisnis, Kemacetan sudah menjadi Rutinitas sehari-hari para
karyawan menuju tempat kerjanya dan kemacetan hampir tidak bisa dihindari, karena ketergantungan kepada TOL
jalan bebas hambatan berbayar kondisi namun mau tidak mau harus terima.
Rutinitas yg monoton kelas menengah yg setiap hari
menghabiskan waktu sebagian besar di jalan dan tempat kerja nyaris tanpa
kontribusi di lingkungannya secara perekonomian, waktu libur sabtu minggu biasanya
digunakan untuk istirahat, kumpul bersama keluarga atau mengajak keluarga
liburan kalau sempet kontribusi dilingkungannya paling banter kerja bakti
bersih-bersih atau arisan.
Kelas menengah terlihat mentereng dengan SUV atau MVP
nogkrong digarasi dan tinggal dipemukiman real estate, untuk pendidikan anaknya
mereka pun ingin terlihat berkelas, Al-azhar, Penabur atau sekolah terpadu
lainnya yg kesehariannya menggunakan bahasa inggris.
Tahukah anda darimana mereka berasal kelas menengah ini??...
Perguruan Tinggi Negeri seluruh kota besar yg ada di Indonesia dan Luar Negeri
atau Swasta yg terakreditasi A,B yg biayanya sebenarnya cukup mahal seperti
Trisakti, Atmajaya, UHAMKA, BINUS yg hanya mengejar nilai akademis aspek
quantitatif tetapi kering dengan nilai spiritual, mayoritas walau tidak semua,
maaf saya tidak menyebut IPB karena mereka bisa berkontribusi untuk suplay
bahan pangan Nasional.
Lantas permasalahannya dimana? Seberapa besar kontribusi
mereka dalam perekonomian dilingkungannya itulah yg membuat perputaran ekonomi
hanya berputar dikalangan atas.
Setelah mereka lulus kuliah dan bekerja biasanya mereka
masih tinggal dengan orang tua atau sewa rumah. Pada saat menikah acara
reseprsi dilaksanakan digedung ditambah catering yg cukup mahal disinilah biasanya
orang tua biasanya Hutang kepada bank untuk menutupi biaya resepsi dan setelah
menikah orang tua masih menanggung cicilan hutangnya jika sampai pension belum
lunas biasanya anak yg bersangkutan melanjutkan cicilannya, belum sampai disitu
biasanya pasangan muda akan mengajukan kredit perumahan diwilayah berkembang
dipinggiran ibu kota jika mereka bergaji cukup besar biasanya akan mengambil
real estate yg agak berkelas belum cukup sampai disitu berhubung lokasi cukup
jauh dari tempat kerjanya tapi masih terjangkau maka mereka mengajukan kredit
mobil, bisa dikatakan penghasilan mereka menjadi terasa ngepas karena besarnya
kewajiban yg harus mereka bayar setiap bulannya.
Dimana wilayah pemukiman kelas menengah ini berada yups…
dipinggiran ibukota Jakarta JABODETABEK yg notabenenya penduduk lokal adalah
orang Betawi.
Penduduk lokal hanya dianggap orang-orang kampungan,
terbelakang, bodoh, miskin yg jualin tanahnya dengan harga murah karena
kebutuhan dan pada akhirnya menjadi penyewa ditanahnya sendiri, keras adatnya
dan jelek orangnya itu sebagian besar yg dibayangkan orang-orang.
Mulai dari bangun tidur biasanya mereka terbangun karena
suara azan subuh yg dikumandangakan dari mushola dan masjid lokal yg biasanya
sang muazin orang betawi karena mereka rajin sholat. Pada saat mereka sarapan
biasanya makan roti selai dan keju atau telor ceplok atau minta carikan sarapan
sama OBnya jika sudah tiba dikantor atau kekantin kantor, jadi biasanya mereka
males turun dari mobil untuk membeli sarapan nasi uduk, kue ketan, zalabiah,
gemblong atau lopis dengan minum the manis hangat jualannya penduduk lokal
orang Betawi, padahal mereka akhirnya lewat TOLnya dengan tariff pasti lebih
mahal dari sebungkus nasi uduk betawi dan antrian cukup panjang dipintu TOL dan
kemacetan didalam TOL dan pintu keluar TOL, disini kelas menengah masih merasa
hal itu spele, pada saat pulang kerja biasanya mereka sudah cukup letih karena
pekerjaan dan kemacetan dijalan, mana sempat mereka mengenal tetangga dan bertegur sapa.
Dimana kelas menengah menghabiskan uang
sehari-hari??.... DiTOL dan Bensin makan
itu murah, walau makan murah mereka hamper tidak pernah membeli kebutuhan pokok
dan kebutuhan lainnya diwarung lokal orang betawi… mereka lebih senang belanja
ditukang sayur dorong yg notabenenya orang jawa yg merantau atau supermarket
untuk kebutuhan sehari-hari, sementara kebutuhan bulana seperti sabun, sampo,
pembersih lantai, pasta gigi, beras mereka lebih suka belanja bulanan di
supermarket besar, alasanya karena bisa bayar dengan kartu kredit, gesek non
tunai dan nyaman tempatnya. Sampai disini jelas hamper tidak ada kontribusi
ekonomi kelas menengah.
Penduduk lokal orang betawi hanya dijadikan objek untuk
disedekahin dan hanya menciptakan mental miskin, pengemis dan malas, padahal
mereka sudah mencoba menerima keadaan zaman untuk bisa menyesuaikan kondisi
seperti itu dengan berjualan Nasi uduk, hasil pertanian, membuka warung sayur
dan kelontong, menjadi kuli bangunan, bukan itu yang mereka inginkan, mereka
ingin diakui existensinya sebagai warga Negara Indonesia dengan adilnya
perputaran roda ekonomi agar mereka tidak dijadikan objek sedekah kelas
menengah.
Perlu diakui orang Betawi cukup taat beribadah, terang saja
mereka sekuat tenaga menghindari Riba(Bunga Bank) untuk menikahkan anaknya
biasanya mereka menjual tanahnya, untuk membeli mobil biasanyapun demikian,
walau tidak semua dan adal alas an rendahnya pendidikan orang betawi membuat
mereka tidak diACC kreditnya atau kecil plafonnya dan kesulitan akses modal.
Untuk Pendidikan anak-anak kelas menengah pun bisanya mereka
lebih memilih sekolah Negeri atau seklah swasta berkelas dan sekolah Madrasah
yg didirikan orang betawi dipandang sebelah mata, karena kampungan dan tidak
mejamin masa depan, tapi kelas menengah lupa jika mereka mati atau menikah
Modim atau penghulunya orang betawi, dengan kata lain Agama Islam dipakai hanya
untuk mensolati orang mati dan menikahkan. Bahasa betawi dianggap bahasa Norak,
kampungan, Kasar. Mereka lebih senang menggunakan bahasa inggris dicampur aduk
bahasa Indonesia justru terkesan mengelikan.
Sementara pengeluaran terbesar kelas menengah ada dicicilan
rumah, mobil, asuransi, pendidikan anak dan kemana larinya uang ini tentu
kepada kapitalis pemilik modal si produsen mobil, developer real estate,
pendidiri yayasan sekolah internasional dan perusahaan asuransi, investor
infrastruktur TOL, supermarket dan tempat hiburan, yg mereka memiliki akses
modal, jaringan luas, pengalaman dan dukungan pemerintah. Seoalah penduduk
betawi dibiarkan mati perlahan-lahan, tersisihkan yg kadang membuat mereka
menjadi anarkis, premanisme dan vandalisme. Jika ada orang betawi yg telah
mengenyam pendidikan untuk coba bersaing di Dunia kerja persaingan sangat berat
karena harus menghadapi kandididat dari lulusan universitas Negeri seluruh kota
besar Indonesia dan luar negeri yg sangat banyak jumlahnya. Tetapi itu tidak
menjadi masalah asal kelas menengah sadar dan mengerti, kemaana uang mereka
pergi dan untuk apa pendidiakn mereka, jika hanya untuk menjadi robot pekerja
dan berkembang biak tunggu saja ledakan krisis ekonomi yang sangat besar dan
menyedot seluruh kekayaan kelas menengah yang sudah sejak lama mereka
kumpulkan.
Kelas menengah menganggap dirinya cinta kebersihan dan
lingkungan, anggapan itu tidak selalu benar, kelas menengah hanyak bekerja,
tidak peduli dengan sampah yang ia hasilkan, mereka beralasan bisa membayar dan
diurus oleh Dinas kebersihan setempat, tapi tahukah anda wahai kelas menengah,
kemalasan anda untuk memisahkan sampah organik dan anorganik dapat mebuat
penumpukan sampah dipenampungan sementara menjadi busuk dan sulit dipilah-pilah,
bau busuk ini dan munculnya jenis penyakit baru dan kuman ganas karena
kontribusi anda. Ya memang anda telah membayar iuran sampah dan anda telah
menyerahkan tanggung jawab sampah rumah tangga anda kepada orang lain
bukanberarti masalah hilang. Seperti yg sudah-sudah jika penduduk lokal bantar
gebang marah dan melarang anda membuang sampah dibantar gebang dalah hitungan
hari anda akan menjumpai tumpukan sampah yg menggununung bau bususk yg
menyengat. Sadarlah… lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar