Senin, 10 Juli 2017

Gara-gara Uang Kertas, Semua Berutang


Sekarang, semua orang bisa menjalani hidupnya dengan utang sepanjang hayatnya lewat pemberian kredit. Di hampir setiap rumah, orang sekarang bukan hanya menyimpan kitab suci, tapi juga berlembar-lembar surat perjanjian utang.
***
Ketika uang kertas — dan uang elektronik serta uang-uang fiat yang diciptakan perbankan dari udara hampa — belum digunakan, kita tidak akan bisa memperoleh atau mengkonsumsi barang dan jasa apa pun jauh melebihi apa yang dapat kita produksi atau hasilkan. Meski kita memakai uang, bentuk uang kita adalah emas dan perak — kedua alat tukar ini sekaligus merangkap komoditas yang nilainya inheren dengan berat dan ukurannya, dan persediaan kedua benda itu di alam adalah terbatas. Tapi melalui instrumen utang (kredit bank), serta uang-uang kertas dan kawan-kawannya itu, kita dapat mengonsumsi barang dan jasa apa pun melebihi kapasitas kita.
Sejak bank memperkenalkan surat utang (bank note), rentang antara tingkat konsumsi dan tingkat produksi bisa sejauh antara Sleman dan Surabaya, karena bank dapat mencetak uang kertas jauh lebih banyak daripada jumlah yang dibutuhkan.
Penggunaan uang kertas — juga uang fiat dan uang-uang fiat lainnya yang diciptakan perbankan dari udara hampa, telah merusak secara permanen hukum keseimbangan penawaran dan permintaan — Hukum Supply and Demand, begitu kata para ekonom.
  • Aca yang dosen bisa memiliki Chevrolet Trax tanpa perlu menunggu harus berpangkat lektor kepala atau menjadi dekan lebih dulu. Emon yang karyawan rendahan sebuah intansi pemerintah pun tidak harus bersabar sampai dilantik sebagai kepala bagian hanya untuk memiliki Daihatsu Ayla. Tetangga mereka, Momon dan Kawir pun bisa mengikuti langkah Aca dan Emon, juga Uu, Udi, Bum-Bum dan Edo, tetangga mereka. Meski paham-posisinya: masih tinggal di rumah kreditan, mudah saja bagi mereka untuk mewujudkan keinginan masing-masing karena mekanisme utang bank.
  • Para penghuni sebuah perumahan sederhana bahkan membutuhkan waktu dua tahun saja untuk berubah menjadi lebih sering bertengkar daripada saling bertamu. Gara-garanya kalau bukan perkara rebutan tempat parkir mobil, ya akibat mobil mereka bersengolan saat melintas berpapasan. Meski jalan di perumahan hampir tidak memungkinkan mobil melintas berpapasan, tapi hampir semua penghuninya punya mobil. Fenomena ganjil ini bisa terjadi karena “semuanya (seakan-akan) terbeli karena diganjel kredit”.
  • Dengan “diganjel kredit” pula Badu yang cuma seorang buruh pabrik tekstil yang jumlah upah dan tunjangan bulanannya sekadar cukup untuk membiayai hidup normal diri dan keluarganya punya kesempatan memiliki Honda CB150R Streetfire — ia bahkan tidak harus memaksa ayahnya “nyigar galengan”(menjual sebagian sawahnya), atau nyambi jadi dosen, dan bahkan merampok.
  • Bahkan kalau mau melakukannya, Sri yang sekretaris presiden direktur sebuah bank syariah pun bisa memperoleh selembar kartu kredit dengan limit senilai harga sebuah pesawat Shukoi. Dan Dodo serta beberapa kawannya, manajer di perusahaan otomotif bahkan dapat berinvestasi secara besar-besaran dengan utang bank. Fenomena yang aneh ini juga bisa terjadi karena “semuanya (seakan-akan) terbeli karena diganjel kredit”.
Sekarang, semua orang bisa menjalani hidupnya dengan utang sepanjang hayatnya lewat pemberian kredit. Di hampir setiap rumah, orang sekarang bukan hanya menyimpan kitab suci, tapi juga berlembar-lembar surat perjanjian utang. Dan sungguh aneh “ganjel-mengganjel dengan kredit” ini diklaim oleh para ekonom menyebabkan pertumbuhan ekonomi.
Benarkah ekonomi tumbuh? Tidak! Hanya orang bingung dan manut omongan ngawur para ekonom saja yang meyakini kepercayaan sinting seperti itu.
Pasalnya, bahkan dunia pun tidak pernah tumbuh! Sekali lagi: dunia tidak pernah tumbuh, karena dunia hanya berubah secara tetap.
Dan karena dunia hanya berubah secara permanen, maka bila Aca, Emon, Momon, Kawir, Uu, Bum-Bum, Edo, Badu, Sri dan Dodo tiba-tiba pada bulan ini tercatat pada “Daftar Orang Terkaya di Dunia 2015”, maka sebenarnya ada ratusan juta orang lainnya — mungkin termasuk di dalamnya saudara atau tetangga mereka — tersuruk dalam kemiskinan dan masuk daftar orang-orang termiskin di dunia.
Uang kertas adalah surat utang bank, dan dengan surat utang ini bank membuat Aca, Emon, Momon, Kawir, Uu, Bum-Bum, Edo, Badu, Sri dan Dodo, dan orang-orang lainnya: saya dan Anda berutang. Tetangga kita yang kaya juga berutang. Tetangga kita yang juga miskin pun berutang. Kita semua punya utang — bahkan negara bernama Republik Indonesia juga berutang.
Selamat datang dalam masyarakat debtorship! Dalam masyarakat yang hubungan satu dengan lainnya dijalin melalui utang berutang inilah kita hidup, sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar